PROFIL

Foto saya
Tasikmalaya, Jawa barat, Indonesia
Visi : Menjadikan Arsip dan Perpustakaan Sebagai Pusat Informasi

Minggu, 31 Januari 2010

Rumah Tahan Gempa

Daerah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang termasuk kategori rawan gempa. Tanah Pasundan ini sebenarnya memiliki kearifan lokal dengan bangunan rumah yang memiliki struktur yang tahan gempa. Terbukti pada saat gempa mengguncang Tasikmalaya dan sekitarnya beberapa waktu yang lalu, rumah yang merupakan peninggalan leluhur tersebut terbukti kuat menghadapi goncangan.

 

  

Rumah seperti ini masih banyak dijumpai di kampung Cicambe, Kelurahan Urug, Kecamatan Kawalu 
Kota Tasikmalaya

Minat Baca

 
Di tengah hiruk pikuk penjual dan pembeli di pasar tradisional Cikurubuk Kota Tasikmalaya, ternyata
masih banyak orang yang berburu informasi. 

Minta baca rendah ataukah justru bahan bacaan yang masih mahal ?

Senin, 25 Januari 2010

FIQIH SUNNAH



Resensi
Kitab ini merupakan rujukan berbagai masalah fiqih, Kami menyebutnya kajian fiqih terlengkap sepanjang masa. Di dalamnya berbagai masalah fiqih berlandaskan Al Quran, As-Sunah, dan ijma' ulama, dikupas dari berbagai perspektif dengan landasan yang detail, namun tanpa menafikan pendapat-pendapat lain.

Semua pembahasan di dalam buku ini disajikan bukan hanya ekslusif, melainkan juga lengkap, sistematis dan mudah dipahami. Hal ini senada dengan tujuan Sayyid Saiq sendiri yang cenderung memudahkan dan mempraktiskan penjelasannya serta menghindari fanatisme mazhab. Itulah sebabnya karya fenomenal Sayyid Sabiq yang telah ada sejak puluhan tahun ini tetap konstekstual dengan kondisi sekarang.



Buku ini terdiri dari 4 jilid yang mengupas tuntas tentang masalah fiqih yang berlandaskan Al-Quran dan As-Sunah.

Dengan kelengkapan kandungannya, buku ini siap menjadi salah satu referensi Anda dalam hal mengenai fiqih.

Sayyid Sabiq



Sayyid Sabiq lahir pada tahun 1915 di Mesir dan meninggal pada februari 2000. Sudah hafal Al-Quran pada usia 9 tahun. Mengenyam  pendidikan di Universitas Al-Azhar dan Universitas Ummul Qura, Mekah, dan sempat mengejar di kedua universitas tersebut. Pada tahun 1994 berkat buku Fiqih Sunah ini beliau mendapat penghargaan King Faizal Prize dlam bidang kajian Islam


BUKU INI ANDA DAPAT BACA
DI KANTOR ARSIP DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA


Minggu, 24 Januari 2010

Gapura Kota Tasikmalaya




Selamat Datang di Kota Tasikmalaya




Selamat Datang di Sentra Bordir Kota Tasikmalaya



Selamat datang di Sentra Kerajinan Batik Kota Tasikmalaya

 
Selamat Datang di Sentra Kerajinan Alas Kaki Kota Tasikmalaya


Selamat Datang di Obyek Wisata Situ Gede
 

Panorama Situ Gede


Kamis, 21 Januari 2010

Masyarakat Kota Tasikmalaya Haus akan bahan bacaan


Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai ke liang lahat



Rabu, 20 Januari 2010

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan

Menimbang:
a. bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional;
b. bahwa sebagai salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional, perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam;
d. bahwa ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan perpustakaan masih bersifat parsial dalam berbagai peraturan sehingga perlu diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang tersendiri;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perpustakaan;

Mengingat: Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERPUSTAKAAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
2. Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan.
3. Koleksi nasional adalah semua karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri yang dimiliki oleh perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
5. Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
6. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial-ekonomi.
7. Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain.
8. Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
9. Pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan.
10. Bahan perpustakaan adalah semua hasil karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.
11. Masyarakat adalah setiap orang, kelompok orang, atau lembaga yang berdomisili pada suatu wilayah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang perpustakaan.
12. Organisasi profesi pustakawan adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan oleh pustakawan untuk mengembangkan profesionalitas kepustakawanan.
13. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsure penyelenggara pemerintahan daerah.
15. Sumber daya perpustakaan adalah semua tenaga, sarana dan prasarana, serta dana yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perpustakaan.
16. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.

Pasal 2
Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan.

Pasal 3
Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Pasal 4
Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB II
HAK, KEWAJIBAN, DAN KEWENANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 5

(1) Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk:
a. memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan;
b. mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan;
c. mendirikan dan/atau menyelenggarakan perpustakaan;
d. berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan.
(2) Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus.
(3) Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau social berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.

Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 6

(1) Masyarakat berkewajiban:
a. menjaga dan memelihara kelestarian koleksiperpustakaan;
b. menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya ke Perpustakaan Nasional;
c. menjaga kelestarian dan keselamatan sumber daya perpustakaan di lingkungannya;
d. d mendukung upaya penyediaan fasilitas layanan perpustakaan di lingkungannya;
e. mematuhi seluruh ketentuan dan peraturan dalam pemanfaatan fasilitas perpustakaan; dan
f. menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan lingkungan perpustakaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7
(1) Pemerintah berkewajiban:
a. mengembangkan sistem nasional perpustakaan sebagai upaya mendukung sistem pendidikan nasional;
b. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
c. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di tanah air;
d. menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan
e. (transkripsi), dan alih media (transmedia); e. menggalakkan promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan;
f. meningkatan kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan;
g. membina dan mengembangkan kompetensi, profesionalitas pustakawan, dan tenaga teknis perpustakaan;
h. mengembangkan Perpustakaan Nasional; dan
i. memberikan penghargaan kepada setiap orang yang menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban:
a. menjamin penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di daerah;
b. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di wilayah masing-masing;
c. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
d. menggalakkan promosi gemar membaca dengan memanfaatkan perpustakaan;
e. memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah; dan
f. menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya.

Bagian Ketiga
Kewenangan

Pasal 9
Pemerintah berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional dalam pembinaan dan pengembangan semua jenis perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan.
Pasal 10
Pemerintah daerah berwenang:
a. menetapkan kebijakan daerah dalam pembinaan dan pengembangan perpustakaan di wilayah masingmasing;
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah masing-masing; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah masing-masing untuk dilestarikan dan didayagunakan.

BAB III
STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN
Pasal 11
(1) Standar nasional perpustakaan terdiri atas:
a. standar koleksi perpustakaan;
b. standar sarana dan prasarana;
c. standar pelayanan perpustakaan;
d. standar tenaga perpustakaan;
e. standar penyelenggaraan; dan
f. standar pengelolaan.
(2) Standar nasional perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengembangan perpustakaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar nasional perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
KOLEKSI PERPUSTAKAAN
Pasal 12
(1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Pengembangan koleksi perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(3) Bahan perpustakaan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan disimpan sebagai koleksi khusus Perpustakaan Nasional.
(4) Koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan secara terbatas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan penggunaan secara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 13
(1) Koleksi nasional diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog induk nasional (KIN), dan didistribusikan oleh Perpustakaan Nasional.
(2) Koleksi nasional yang berada di daerah diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog induk daerah (KID), dan didistribusikan oleh perpustakaan umum provinsi.

BAB V
LAYANAN PERPUSTAKAAN
Pasal 14
(1) Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka.
(2) Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional perpustakaan.
(3) Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka.
(5) Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
(6) Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antarperpustakaan.
(7) Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan melalui jejaring telematika.

BAB VI
PEMBENTUKAN, PENYELENGGARAAN, SERTA PENGELOLAAN DAN
PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN
Bagian Kesatu
Pembentukan Perpustakaan
Pasal 15
(1) Perpustakaan dibentuk sebagai wujud pelayanan kepada pemustaka dan masyarakat.
(2) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(3) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memenuhi syarat:
a. memiliki koleksi perpustakaan;
b. memiliki tenaga perpustakaan;
c. memiliki sarana dan prasarana perpustakaan;
d. memiliki sumber pendanaan; dan
e. memberitahukan keberadaannya ke Perpustakaan Nasional.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Perpustakaan
Pasal 16
Penyelenggaraan perpustakaan berdasarkan kepemilikan terdiri atas:
a. perpustakaan pemerintah;
b. perpustakaan provinsi;
c. perpustakaan kabupaten/kota;
d. perpustakaan kecamatan;
e. perpustakaan desa;
f. perpustakaan masyarakat;
g. perpustakaan keluarga; dan
h. perpustakaan pribadi.

Pasal 17
Penyelenggaraan perpustakaan dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.

Bagian Ketiga
Pengelolaan dan Pengembangan Perpustakaan
Pasal 18
Setiap perpustakaan dikelola sesuai dengan standar nasional perpustakaan.

Pasal 19
(1) Pengembangan perpustakaan merupakan upaya peningkatan sumber daya, pelayanan, dan pengelolaan perpustakaan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.
(2) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan karakteristik, fungsi dan tujuan, serta dilakukan sesuai dengan kebutuhan pemustaka dan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(3) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara berkesinambungan.

BAB VII
JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN
Pasal 20
Perpustakaan terdiri atas:
a. Perpustakaan Nasional;
b. Perpustakaan Umum;
c. Perpustakaan Sekolah/Madrasah;
d. Perpustakaan Perguruan Tinggi; dan
e. Perpustakaan Khusus.

Bagian Kesatu
Perpustakaan Nasional
Pasal 21
(1) Perpustakaan Nasional merupakan LPND yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan dan berkedudukan di ibukota negara.
(2) Perpustakaan Nasional bertugas:
a. menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan;
b. melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan;
c. membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan; dan
d. mengembangkan standar nasional perpustakaan.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perpustakaan Nasional bertanggung jawab:
a. mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat;
b. mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa;
c. melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dan
d. mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri.

Bagian Kedua
Perpustakaan Umum
Pasal 22
(1) Perpustakaan umum diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, serta dapat diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang koleksinya mendukung pelestarian hasil budaya daerah masing-masing dan memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
(3) Perpustakaan umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan mengembangkan sistem layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Masyarakat dapat menyelenggarakan perpustakaan umum untuk memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
(5) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota melaksanakan layanan perpustakaan keliling bagi daerah yang belum terjangkau oleh layanan perpustakaan menetap.

Bagian Ketiga
Perpustakaan Sekolah/Madrasah
Pasal 23
(1) Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik.
(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan.
(4) Perpustakaan sekolah/madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5)Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

Bagian Keempat
Perpustakaan Perguruan Tinggi
Pasal 24
(1) Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki koleksi, baik jumlah judul maupun jumlah eksemplarnya, yang mencukupi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perpustakaan perguruan tinggi mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Setiap perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna memenuhi standar nasional pendidikan dan standar nasional perpustakaan.

Bagian Kelima
Perpustakaan Khusus
Pasal 25
Perpustakaan khusus menyediakan bahan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemustaka di lingkungannya.

Pasal 26
Perpustakaan khusus memberikan layanan kepada pemustaka di lingkungannya dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar lingkungannya.

Pasal 27
Perpustakaan khusus diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.

Pasal 28
Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan berupa pembinaan teknis, pengelolaan, dan/atau pengembangan perpustakaan kepada perpustakaan khusus.

BAB VIII
TENAGA PERPUSTAKAAN, PENDIDIKAN, DAN
ORGANISASI PROFESI
Bagian Kesatu
Tenaga Perpustakaan
Pasal 29
(1) Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan.
(2) Pustakawan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(3) Tugas tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirangkap oleh pustakawan sesuai dengan kondisi perpustakaan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus pegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus nonpegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh penyelenggara perpustakaan yang bersangkutan.

Pasal 30
Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum Pemerintah, perpustakaan umum provinsi, perpustakaan umum kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli dalam bidang perpustakaan.

Pasal 31
Tenaga perpustakaan berhak atas:
a. penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; dan
c. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas perpustakaan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

d. Pasal 32
Tenaga perpustakaan berkewajiban:
a. memberikan layanan prima terhadap pemustaka;
b. menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif; dan
c. memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Bagian Kedua
Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan.
(2) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan formal dan/atau nonformal.
(3) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kerja sama Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi, dan/atau perpustakaan umum kabupaten/kota dengan Organisasi profesi, atau dengan lembaga pendidikan dan pelatihan.

Bagian Ketiga
Organisasi Profesi
Pasal 34
(1) Pustakawan membentuk organisasi profesi.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan dan memberi pelindungan profesi kepada pustakawan.
(3) Setiap pustakawan menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembinaan dan pengembangan organisasi profesi pustakawan difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 35
Organisasi profesi pustakawan mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan melaksanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b. menetapkan dan menegakkan kode etik pustakawan;
c. memberi pelindungan hukum kepada pustakawan;dan
d. menjalin kerja sama dengan asosiasi pustakawan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.

Pasal 36
(1) Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b berupa norma atau aturan yang harus dipatuhi oleh setiap pustakawan untuk menjaga kehormatan, martabat, citra, dan profesionalitas.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat secara spesifik sanksi pelanggaran kode etik dan mekanisme penegakan kode etik.

Pasal 37
(1) Penegakan kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Pustakawan yang dibentuk oleh organisasi profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi pustakawan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

BAB IX
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 38
(1) Setiap penyelenggara perpustakaan menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

BAB X
PENDANAAN
Pasal 39
(1) Pendanaan perpustakaan menjadi tanggung jawab penyelenggara perpustakaan.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran perpustakaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Pasal 40
(1) Pendanaan perpustakaan didasarkan pada prinsip kecukupan dan berkelanjutan.
(2) Pendanaan perpustakaan bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. sebagian anggaran pendidikan;
c. sumbangan masyarakat yang tidak mengikat;
d. kerja sama yang saling menguntungkan;
e. bantuan luar negeri yang tidak mengikat;
f. hasil usaha jasa perpustakaan; dan/atau
g. sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
Pengelolaan dana perpustakaan dilakukan secara efisien, berkeadilan, terbuka, terukur, dan bertanggung jawab.

BAB XI
KERJA SAMA DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Kerja Sama
Pasal 42
(1) Perpustakaan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan layanan kepada pemustaka.
(2) Peningkatan layanan kepada pemustaka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan jumlah pemustaka yang dapat dilayani dan meningkatkan mutu layanan perpustakaan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peningkatan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memanfaatkan sistem jejaring perpustakaan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Pasal 43
Masyarakat berperan serta dalam pembentukan, penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan perpustakaan.

BAB XII
DEWAN PERPUSTAKAAN
Pasal 44
(1) Presiden menetapkan Dewan Perpustakaan Nasional atas usul Menteri dengan memperhatikan masukan dari Kepala Perpustakaan Nasional.
(2) Gubernur menetapkan Dewan Perpustakaan Provinsi atas usul kepala perpustakaan provinsi.
(3) Dewan Perpustakaan Nasional bertanggung jawab kepada Presiden dan Dewan Perpustakaan Provinsi bertanggung jawab kepada gubernur.
(4) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berjumlah 15 (lima belas) orang yang berasal dari:
a. 3 (tiga) orang unsur pemerintah;
b. 2 (dua) orang wakil organisasi profesi pustakawan;
c. 2 (dua) orang unsur pemustaka;
d. 2 (dua) orang akademisi;
e. 1 (satu) orang wakil organisasi penulis;
f. 1 (satu) orang sastrawan;
g. 1 (satu) orang wakil organisasi penerbit;
h. 1 (satu) orang wakil organisasi perekam;
i. 1 (satu) orang wakil organisasi toko buku; dan
j. 1 (satu) orang tokoh pers.
(5) Dewan perpustakaan dipimpin oleh seorang ketua dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota dewan perpustakaan.
(6) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertugas:
a. memberikan pertimbangan, nasihat, dan saran bagi perumusan kebijakan dalam bidang perpustakaan;
b. menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat terhadap penyelenggaraan perpustakaan; dan
c. melakukan pengawasan dan penjaminan mutu layanan perpustakaan.
Pasal 45
(1) Dewan Perpustakaan Nasional dalam melaksanakan tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara.
(2) Dewan Perpustakaan Provinsi dalam melaksanakan tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 46
Dewan perpustakaan dapat menjalin kerja sama dengan perpustakaan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6).

Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja, tata cara pengangkatan anggota, serta pemilihan pimpinan dewan perpustakaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIII
PEMBUDAYAAN KEGEMARAN MEMBACA
Pasal 48
(1) Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
(2) Pembudayaan kegemaran membaca pada keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah melalui buku murah dan berkualitas.
(3) Pembudayaan kegemaran membaca pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengembangkan dan memanfaatkan perpustakaan sebagai proses pembelajaran.
(4) Pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyediaan sarana perpustakaan di tempattempat umum yang mudah dijangkau, murah, dan bermutu.

Pasal 49
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mendorong tumbuhnya taman bacaan masyarakat dan rumah baca untuk menunjang pembudayaan kegemaran membaca.

Pasal 50
Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong pembudayaan kegemaran membaca sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dengan menyediakan bahan bacaan bermutu, murah, dan terjangkau serta menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan yang mudah diakses.

Pasal 51
(1) Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui gerakan nasional gemar membaca.
(2) Gerakan nasional gemar membaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan seluruh masyarakat.
(3) Satuan pendidikan membina pembudayaan kegemaran membaca peserta didik dengan memanfaatkan perpustakaan.
(4) Perpustakaan wajib mendukung dan memasyarakatkan gerakan nasional gemar membaca melalui penyediaan karya tulis, karya cetak, dan karya rekam.
(5) Untuk mewujudkan pembudayaan kegemaran membaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perpustakaan bekerja sama dengan pemangku kepentingan.
(6) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berhasil melakukan gerakan pembudayaan gemar membaca.
(7) Ketentuan mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIV
KETENTUAN SANKSI
Pasal 52
(1) Semua lembaga penyelenggara perpustakaan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 22 ayat (2), Pasal 23, dan Pasal 24 dikenai sanksi administratif.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.

Pasal 54
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Nopember 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Nopember 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 129
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

ttd.
Wisnu Setiawan

Istilah Perpustakaan


Beberapa istilah yang berkaitan dengan perpustakaan
  1. Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
  2. Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan.
  3. Koleksi nasional adalah semua karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri yang dimiliki oleh perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  4. Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
  5. Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
  6. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial-ekonomi.
  7. Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain.
  8. Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
  9. Pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan.
10.   Bahan perpustakaan adalah semua hasil karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.
11.   Organisasi profesi pustakawan adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan oleh pustakawan untuk mengembangkan profesionalitas kepustakawanan.
12.   Sumber daya perpustakaan adalah semua tenaga, sarana dan prasarana, serta dana yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perpustakaan.

Senin, 11 Januari 2010

UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 43 TAHUN 2009

TENTANG

KEARSIPAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

dan mencapai cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, arsip sebagai

identitas dan jati diri bangsa, serta sebagai memori, acuan, dan bahan

pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara harus dikelola dan diselamatkan oleh negara;

b. bahwa untuk menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya,

menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat,

serta mendinamiskan sistem kearsipan, diperlukan penyelenggaraan kearsipan

yang sesuai dengan prinsip, kaidah, dan standar kearsipan sebagaimana

dibutuhkan oleh suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang andal;

c. bahwa dalam menghadapi tantangan globalisasi dan mendukung terwujudnya

penyelenggaraan negara dan khususnya pemerintahan yang baik dan bersih,

serta peningkatan kualitas pelayanan publik, penyelenggaraan kearsipan di

lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan,

organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan harus

dilakukan dalam suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang

komprehensif dan terpadu;

d. bahwa ketentuan dan pengaturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan

kearsipan masih bersifat parsial dan tersebar dalam berbagai peraturan

perundang-undangan sehingga perlu diatur secara komprehensif dalam suatu

undang-undang tersendiri;

e. bahwa penyelenggaraan kearsipan nasional saat ini pada dasarnya belum

bersifat terpadu, sistemik, dan komprehensif yang semuanya tidak terlepas dari

pemahaman dan pemaknaan umum terhadap arsip yang masih terbatas dan

sempit oleh berbagai kalangan, termasuk di kalangan penyelenggara negara;

f. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kearsipan perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dipengaruhi oleh

perkembangan tantangan nasional dan global serta perkembangan teknologi

informasi dan komunikasi;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

sampai dengan huruf f perlu membentuk Undang-Undang Republik Indonesia

tentang Kearsipan;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEARSIPAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Kearsipan adalah hal-hal yang berkenaan dengan arsip.

2. Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai

dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh

lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik,

organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3. Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip

dan disimpan selama jangka waktu tertentu.

4. Arsip vital adalah arsip yang keberadaannya merupakan persyaratan dasar bagi

kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbarui, dan tidak tergantikan

apabila rusak atau hilang.

5. Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus.

6. Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya telah menurun.

7. Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna

kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah

diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik

Indonesia dan/atau lembaga kearsipan.

8. Arsip terjaga adalah arsip negara yang berkaitan dengan keberadaan dan kelangsungan

hidup bangsa dan negara yang harus dijaga keutuhan, keamanan, dan keselamatannya.

9. Arsip umum adalah arsip yang tidak termasuk dalam kategori arsip terjaga.

10. Arsiparis adalah seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh

melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan serta mempunyai

fungsi, tugas, dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan kearsipan.

11. Akses arsip adalah ketersediaan arsip sebagai hasil dari kewenangan hukum dan otorisasi

legal serta keberadaan sarana bantu untuk mempermudah penemuan dan pemanfaatan

arsip.

12. Lembaga kearsipan adalah lembaga yang memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab di

bidang pengelolaan arsip statis dan pembinaan kearsipan.

13. Lembaga negara adalah lembaga yang menjalankan cabang-cabang kekuasaan negara

meliputi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga lain yang fungsi dan tugas pokoknya

berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

14. Arsip Nasional Republik Indonesia selanjutnya disebut ANRI adalah lembaga kearsipan

berbentuk lembaga pemerintah nonkementerian yang melaksanakan tugas negara di bidang

kearsipan yang berkedudukan di ibukota negara.

15. Arsip daerah provinsi adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan kerja perangkat daerah

yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan pemerintahan daerah provinsi

yang berkedudukan di ibukota provinsi.

16. Arsip daerah kabupaten/kota adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan kerja perangkat

daerah yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan pemerintahan daerah

kabupaten/kota yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.

17. Arsip perguruan tinggi adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan organisasi perguruan

tinggi, baik negeri maupun swasta yang melaksanakan fungsi dan tugas penyelenggaraan

kearsipan di lingkungan perguruan tinggi.

18. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan dengan tujuan

memperoleh keuntungan atau laba yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan/atau

berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

19. Pencipta arsip adalah pihak yang mempunyai kemandirian dan otoritas dalam pelaksanaan

fungsi, tugas, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip dinamis.

20. Unit pengolah adalah satuan kerja pada pencipta arsip yang mempunyai tugas dan

tanggung jawab mengolah semua arsip yang berkaitan dengan kegiatan penciptaan arsip di

lingkungannya.

21. Unit kearsipan adalah satuan kerja pada pencipta arsip yang mempunyai tugas dan

tanggung jawab dalam penyelenggaraan kearsipan.

22. Jadwal retensi arsip yang selanjutnya disingkat JRA adalah daftar yang berisi

sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan atau retensi, jenis arsip, dan keterangan

yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip dimusnahkan, dinilai kembali,

atau dipermanenkan yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan

arsip.

23. Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip

inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna,

dan penyerahan arsip statis kepada lembaga kearsipan.

24. Penyelenggaraan kearsipan adalah keseluruhan kegiatan meliputi kebijakan, pembinaan

kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang didukung

oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lainnya.

25. Pengelolaan arsip dinamis adalah proses pengendalian arsip dinamis secara efisien, efektif,

dan sistematis meliputi penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta penyusutan arsip.

26. Pengelolaan arsip statis adalah proses pengendalian arsip statis secara efisien, efektif, dan

sistematis meliputi akuisisi, pengolahan, preservasi, pemanfaatan, pendayagunaan, dan

pelayanan publik dalam suatu sistem kearsipan nasional.

27. Akuisisi arsip statis adalah proses penambahan khasanah arsip statis pada lembaga

kearsipan yang dilaksanakan melalui kegiatan penyerahan arsip statis dan hak

pengelolaannya dari pencipta arsip kepada lembaga kearsipan.

28. Sistem kearsipan nasional yang selanjutnya disingkat SKN adalah suatu sistem yang

membentuk pola hubungan berkelanjutan antarberbagai komponen yang memiliki fungsi dan

tugas tertentu, interaksi antarpelaku serta unsur lain yang saling mempengaruhi dalam

penyelenggaraan kearsipan secara nasional.

29. Sistem informasi kearsipan nasional yang selanjutnya disingkat SIKN adalah sistem

informasi arsip secara nasional yang dikelola oleh ANRI yang menggunakan sarana jaringan

informasi kearsipan nasional.

30. Jaringan informasi kearsipan nasional yang selanjutnya disingkat JIKN adalah sistem

jaringan informasi dan sarana pelayanan arsip secara nasional yang dikelola oleh ANRI.

31. Daftar pencarian arsip yang selanjutnya disingkat DPA adalah daftar berisi arsip yang

memiliki nilai guna kesejarahan baik yang telah diverifikasi secara langsung maupun tidak

langsung oleh lembaga kearsipan dan dicari oleh lembaga kearsipan serta diumumkan

kepada publik.

BAB II

MAKSUD, TUJUAN, ASAS, DAN

RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu

Maksud dan Tujuan

Pasal 2

Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan

kearsipan nasional.

Pasal 3

Penyelenggaraan kearsipan bertujuan untuk:

a. menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintahan

daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan

perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional;

b. menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah;

c. menjamin terwujudnya pengelolaan arsip yang andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui

pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya;

e. mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional sebagai suatu sistem yang komprehensif

dan terpadu;

f. menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

g. menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya,

pertahanan, serta keamanan sebagai identitas dan jati diri bangsa; dan

h. meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang

autentik dan terpercaya.

Bagian Kedua

Asas

Pasal 4

Penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan berasaskan:

a. kepastian hukum;

b. keautentikan dan keterpercayaan;

c. keutuhan;

d. asal usul (principle of provenance);

e. aturan asli (principle of original order);

f. keamanan dan keselamatan;

g. keprofesionalan;

h. keresponsifan;

i. keantisipatifan;

j. kepartisipatifan;

k. akuntabilitas;

l. kemanfaatan;

m. aksesibilitas; dan

n. kepentingan umum.

Bagian Ketiga

Ruang Lingkup

Pasal 5

(1) Ruang lingkup penyelenggaraan kearsipan meliputi keseluruhan penetapan kebijakan,

pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang

didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan yang dilakukan oleh

lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik,

organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan, serta lembaga kearsipan.

BAB III

PENYELENGGARAAN KEARSIPAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 6

(1) Penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung jawab ANRI sebagai

penyelenggara kearsipan nasional.

(2) Penyelenggaraan kearsipan provinsi menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah provinsi

dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan provinsi.

(3) Penyelenggaraan kearsipan kabupaten/kota menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah

kabupaten/kota dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota.

(4) Penyelenggaraan kearsipan perguruan tinggi menjadi tanggung jawab perguruan tinggi dan

dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan tinggi.

(5) Tanggung jawab penyelenggara kearsipan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi penetapan kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip.

(6) Untuk mempertinggi mutu penyelenggaraan kearsipan nasional sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), penyelenggara kearsipan nasional melakukan penelitian dan

pengembangan serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kearsipan.

Pasal 7

Penetapan kebijakan kearsipan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) meliputi

bidang:

a. pembinaan;

b. pengelolaan arsip;

c. pembangunan SKN, pembangunan SIKN, dan pembentukan JIKN;

d. organisasi;

e. pengembangan sumber daya manusia;

f. prasarana dan sarana;

g. pelindungan dan penyelamatan arsip;

h. sosialisasi kearsipan;

i. kerja sama; dan

j. pendanaan.

Pasal 8

(1) Pembinaan kearsipan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dilaksanakan

oleh lembaga kearsipan nasional terhadap pencipta arsip tingkat pusat dan daerah, lembaga

kearsipan daerah provinsi, lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota, dan lembaga

kearsipan perguruan tinggi.

(2) Pembinaan kearsipan provinsi dilaksanakan oleh lembaga kearsipan provinsi terhadap

pencipta arsip di lingkungan daerah provinsi dan lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota.

(3) Pembinaan kearsipan kabupaten/kota dilaksanakan oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota

terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah kabupaten/kota.

(4) Pembinaan kearsipan perguruan tinggi dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan

tinggi terhadap satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi.

Pasal 9

(1) Pengelolaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dilakukan terhadap arsip

dinamis dan arsip statis.

(2) Pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. arsip vital;

b. arsip aktif; dan

c. arsip inaktif.

(3) Pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab

pencipta arsip.

(4) Pengelolaan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab

lembaga kearsipan.

Bagian Kedua

Pembangunan SKN, Pembangunan SIKN, dan

Pembentukan JIKN

Paragraf 1

Pembangunan SKN

Pasal 10

(1) Lembaga kearsipan nasional menyelenggarakan kearsipan yang komprehensif dan terpadu

melalui SKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c untuk menjaga autentisitas dan

keutuhan arsip.

(2) SKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk pengelolaan arsip dinamis dan

pengelolaan arsip statis

Pasal 11

SKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berfungsi untuk:

a. mengidentifikasi keberadaan arsip yang memiliki keterkaitan informasi di semua organisasi

kearsipan;

b. menghubungkan keterkaitan arsip sebagai satu keutuhan informasi; dan

c. menjamin ketersediaan arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya.

Paragraf 2

Pembangunan SIKN

Pasal 12

(1) Lembaga kearsipan nasional membangun SIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

huruf c untuk memberikan informasi yang autentik dan utuh dalam mewujudkan arsip

sebagai tulang punggung manajemen penyelenggaraan negara, memori kolektif bangsa,

dan simpul pemersatu bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Dalam melaksanakan fungsi SIKN, lembaga kearsipan nasional membentuk JIKN.

Pasal 13

SIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berfungsi untuk:

a. mewujudkan arsip sebagai tulang punggung manajemen penyelenggaraan negara;

b. menjamin akuntabilitas manajemen penyelenggaraan negara;

c. menjamin penggunaan informasi hanya kepada pihak yang berhak; dan

d. menjamin ketersediaan arsip sebagai memori kolektif bangsa.

Paragraf 3

Pembentukan JIKN

Pasal 14

(1) JIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c berfungsi untuk meningkatkan:

a. akses dan mutu layanan kearsipan kepada masyarakat;

b. kemanfaatan arsip bagi kesejahteraan rakyat; dan

c. peran serta masyarakat dalam bidang kearsipan.

(2) Penyelenggara JIKN adalah ANRI sebagai pusat jaringan nasional serta lembaga kearsipan

provinsi, lembaga kearsipan kabupaten/kota, dan lembaga kearsipan perguruan tinggi

sebagai simpul jaringan.

Pasal 15

Ketentuan lebih lanjut mengenai SKN, SIKN, dan JIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

sampai dengan Pasal 14 diatur dengan peraturan pemerintah.

Bagian Ketiga

Organisasi Kearsipan

Pasal 16

(1) Organisasi kearsipan terdiri atas unit kearsipan pada pencipta arsip dan lembaga kearsipan.

(2) Unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibentuk oleh setiap lembaga

negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, badan usaha milik negara (BUMN),

dan badan usaha milik daerah (BUMD).

(3) Lembaga kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. ANRI;

b. arsip daerah provinsi;

c. arsip daerah kabupaten/kota; dan

d. arsip perguruan tinggi.

(4) Arsip daerah provinsi wajib dibentuk oleh pemerintahan daerah provinsi, arsip daerah

kabupaten/kota wajib dibentuk oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan arsip

perguruan tinggi wajib dibentuk oleh perguruan tinggi negeri.

Bagian Keempat

Unit Kearsipan

Pasal 17

(1) Unit kearsipan pada pencipta arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) memiliki

fungsi:

a. pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya;

b. pengolahan arsip dan penyajian arsip menjadi informasi;

c. pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya;

d. penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada lembaga kearsipan; dan

e. pembinaan dan pengevaluasian dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di

lingkungannya.

(2) Unit kearsipan pada lembaga negara berada di lingkungan sekretariat setiap lembaga

negara sesuai dengan struktur organisasinya.

(3) Unit kearsipan pada lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki tugas:

a. melaksanakan pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya;

b. mengolah arsip dan menyajikan arsip menjadi informasi dalam kerangka SKN dan

SIKN;

c. melaksanakan pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya;

d. mempersiapkan penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada ANRI;

dan

e. melaksanakan pembinaan dan evaluasi dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di

lingkungannya.

Pasal 18

(1) Unit kearsipan pada pemerintahan daerah berada di lingkungan satuan kerja perangkat

daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah.

(2) Unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:

a. melaksanakan pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah satuan kerja perangkat

daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah;

b. melaksanakan pemusnahan arsip dari lingkungan satuan kerja perangkat daerah dan

penyelenggara pemerintahan daerah;

c. mempersiapkan penyerahan arsip statis oleh pimpinan satuan kerja perangkat daerah

dan penyelenggara pemerintahan daerah kepada lembaga kearsipan daerah; dan

d. melaksanakan pembinaan dan evaluasi dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di

lingkungannya.

Bagian Kelima

Lembaga Kearsipan

Paragraf 1

ANRI

Pasal 19

(1) ANRI adalah lembaga kearsipan nasional.

(2) ANRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis

yang berskala nasional yang diterima dari:

a. lembaga negara;

b. perusahaan;

c. organisasi politik;

d. organisasi kemasyarakatan; dan

e. perseorangan.

Pasal 20

(1) ANRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) memiliki tugas melaksanakan

pembinaan kearsipan secara nasional terhadap pencipta arsip tingkat pusat dan daerah,

arsip daerah provinsi, arsip daerah kabupaten/kota, dan arsip perguruan tinggi.

(2) Pembinaan kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara

terkoordinasi dengan lembaga terkait.

Pasal 21

Untuk kepentingan penyelamatan arsip pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan berbangsa

dan bernegara, ANRI dapat membentuk depot dan/atau tempat penyimpanan arsip inaktif yang

berfungsi sebagai penyimpan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan.

Paragraf 2

Arsip Daerah Provinsi

Pasal 22

(1) Arsip daerah provinsi adalah lembaga kearsipan daerah provinsi.

(2) Pemerintahan daerah provinsi wajib membentuk arsip daerah provinsi.

(3) Pembentukan arsip daerah provinsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4) Arsip daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan

pengelolaan arsip statis yang diterima dari:

a. satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara pemerintahan daerah

provinsi;

b. lembaga negara di daerah provinsi dan kabupaten/kota;

c. perusahaan;

d. organisasi politik;

e. organisasi kemasyarakatan; dan

f. perseorangan.

Pasal 23

Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4), arsip daerah provinsi memiliki

tugas melaksanakan:

a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang

berasal dari satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara pemerintahan daerah

provinsi; dan

b. pembinaan kearsipan terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah provinsi dan terhadap

arsip daerah kabupaten/kota.

Paragraf 3

Arsip Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 24

(1) Arsip daerah kabupaten/kota adalah lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota.

(2) Pemerintahan daerah kabupaten/kota wajib membentuk arsip daerah kabupaten/kota

(3) Pembentukan arsip daerah kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(4) Arsip daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan

pengelolaan arsip statis yang diterima dari:

a. satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan penyelenggara pemerintahan daerah

kabupaten/kota;

b. desa atau yang disebut dengan nama lain;

c. perusahaan;

d. organisasi politik;

e. organisasi kemasyarakatan; dan

f. perseorangan.

Pasal 25

Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4), arsip daerah kabupaten/kota

memiliki tugas melaksanakan:

a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang

berasal dari satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan penyelenggara pemerintahan

daerah kabupaten/kota; dan

b. pembinaan kearsipan terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah kabupaten/kota.

Pasal 26

Pembentukan arsip daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dan arsip

daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dilakukan oleh pemerintah

daerah masing-masing.

Paragraf 4

Arsip Perguruan Tinggi

Pasal 27

(1) Arsip perguruan tinggi adalah lembaga kearsipan perguruan tinggi.

(2) Perguruan tinggi negeri wajib membentuk arsip perguruan tinggi.

(3) Pembentukan arsip perguruan tinggi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4) Arsip perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan

pengelolaan arsip statis yang diterima dari:

a. satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi; dan

b. civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi.

Pasal 28

Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4), arsip perguruan tinggi memiliki

tugas melaksanakan:

a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang

berasal dari satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi; dan

b. pembinaan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan.

Pasal 29

Unit kearsipan pada pencipta arsip dan lembaga kearsipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16 ayat (2) harus dipimpin oleh sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi

yang diperoleh melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan.

Bagian Keenam

Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pasal 30

(1) Pengembangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e terdiri

atas arsiparis dan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan profesionalitas di

bidang kearsipan.

(2) Lembaga kearsipan nasional melaksanakan pembinaan dan pengembangan arsiparis

melalui upaya:

a. pengadaan arsiparis;

b. pengembangan kompetensi dan keprofesionalan arsiparis melalui penyelenggaraan,

pengaturan, serta pengawasan pendidikan dan pelatihan kearsipan;

c. pengaturan peran dan kedudukan hukum arsiparis; dan

d. penyediaan jaminan kesehatan dan tunjangan profesi untuk sumber daya kearsipan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan hukum, kewenangan, kompetensi, pendidikan

dan pelatihan arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan

pemerintah.

Bagian Ketujuh

Prasarana dan Sarana

Pasal 31

Pemerintah mengembangkan prasarana dan sarana kearsipan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 huruf f dengan mengatur standar kualitas dan spesifikasi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 32

(1) Pencipta arsip dan lembaga kearsipan menyediakan prasarana dan sarana kearsipan sesuai

dengan standar kearsipan untuk pengelolaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

ayat (1).

(2) Prasarana dan sarana kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan dan

dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Bagian Kedelapan

Pelindungan dan Penyelamatan Arsip

Pasal 33

Arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga negara dan kegiatan yang menggunakan sumber dana

negara dinyatakan sebagai arsip milik negara.

Pasal 34

(1) Negara menyelenggarakan pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 huruf g, baik terhadap arsip yang keberadaanya di dalam maupun di luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bahan pertanggungjawaban setiap

aspek kehidupan berbangsa dan bernegara untuk kepentingan negara, pemerintahan,

pelayanan publik, dan kesejahteraan rakyat.

(2) Negara secara khusus memberikan pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan kependudukan, kewilayahan, kepulauan,

perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah-masalah pemerintahan

yang strategis.

(3) Negara menyelenggarakan pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dari bencana alam, bencana sosial, perang, tindakan kriminal

serta tindakan kejahatan yang mengandung unsur sabotase, spionase, dan terorisme.

(4) Pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh ANRI, pencipta arsip, dan pihak terkait.

(5) Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana nasional dilaksanakan oleh ANRI dan

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB).

(6) Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak dinyatakan sebagai

bencana nasional dilaksanakan oleh pencipta arsip, arsip daerah provinsi, dan/atau arsip

daerah kabupaten/kota yang berkoordinasi dengan BNPB.

Pasal 35

(1) Tanggung jawab penyelamatan arsip lembaga negara yang digabung dan/atau dibubarkan,

dilaksanakan oleh ANRI bersama dengan lembaga negara yang bersangkutan sejak

penggabungan dan/atau pembubaran ditetapkan.

(2) Dalam hal terjadi penggabungan dan/atau pembubaran suatu satuan kerja perangkat

daerah, pemerintah daerah mengambil tindakan untuk melakukan upaya penyelamatan arsip

dari satuan kerja perangkat daerah tersebut.

(3) Upaya penyelamatan arsip dari satuan kerja perangkat daerah sebagai akibat

penggabungan dan/atau pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan

oleh arsip daerah provinsi atau arsip daerah kabupaten/kota sesuai dengan ruang lingkup

fungsi dan tugas.

Bagian Kesembilan

Sosialisasi Kearsipan

Pasal 36

(1) Lembaga kearsipan menggiatkan sosialisasi kearsipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

7 huruf h dalam mewujudkan masyarakat sadar arsip.

(2) Sosialisasi kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan,

pelatihan, bimbingan, dan penyuluhan serta melalui penggunaan berbagai sarana media

komunikasi dan informasi.

(3) Sosialisasi kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan pada lembaga negara,

pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi

kemasyarakatan, dan perseorangan.

(4) Lembaga kearsipan menyediakan layanan informasi arsip, konsultasi, dan bimbingan bagi

pengelolaan arsip masyarakat.

Bagian Kesepuluh

Kerja Sama

Pasal 37

(1) Lembaga kearsipan dapat mengadakan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

huruf i dengan pencipta arsip dan dapat mengadakan kerja sama dengan luar negeri.

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Bagian Kesebelas

Pendanaan

Pasal 38

(1) Pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf j, dalam rangka penyelenggaraan

kearsipan yang diselenggarakan oleh lembaga kearsipan nasional, lembaga negara,

perguruan tinggi negeri, dan kegiatan kearsipan tertentu oleh pemerintahan daerah

dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

(2) Pendanaan dalam rangka penyelenggaraan kearsipan yang diselenggarakan oleh

pemerintahan daerah selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam

anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Pasal 39

(1) Pendanaan pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana yang berskala nasional

menjadi tanggung jawab Pemerintah.

(2) Pendanaan pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana yang terjadi di daerah

yang tidak dinyatakan sebagai bencana nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

ayat (6) menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah masing-masing.

BAB IV

PENGELOLAAN ARSIP DINAMIS

Bagian Kesatu

Ruang Lingkup Pengelolaan

Pasal 40

(1) Pengelolaan arsip dinamis dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan arsip dalam

penyelenggaraan kegiatan sebagai bahan akuntabilitas kinerja dan alat bukti yang sah

berdasarkan suatu sistem yang memenuhi persyaratan:

a. andal;

b. sistematis;

c. utuh;

d. menyeluruh; dan

e. sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

(2) Pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi:

a. penciptaan arsip;

b. penggunaan dan pemeliharaan arsip; dan

c. penyusutan arsip.

(3) Pengelolaan arsip dinamis pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi

negeri, serta BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan dalam suatu sistem kearsipan nasional.

(4) Untuk mendukung pengelolaan arsip dinamis yang efektif dan efisien pencipta arsip

membuat tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal retensi arsip, serta sistem klasifikasi

keamanan dan akses arsip.

(5) Pejabat atau orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan arsip dinamis sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) wajib menjaga keautentikan, keutuhan, keamanan, dan

keselamatan arsip yang dikelolanya.

Bagian Kedua

Pelaksanaan Pengelolaan Arsip Dinamis

Paragraf 1

Penciptaan

Pasal 41

(1) Penciptaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a dilaksanakan

dengan baik dan benar untuk menjamin rekaman kegiatan dan peristiwa sebagaimana

adanya sehingga menghasilkan arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penciptaan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan analisis

fungsi dan tugas organisasi.

(3) Penciptaan arsip harus memenuhi komponen struktur, isi, dan konteks arsip.

(4) Untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),

pencipta arsip mengatur dan mendokumentasikan proses pembuatan dan penerimaan arsip

secara akurat.

Paragraf 2

Penggunaan dan Pemeliharaan Arsip Dinamis

Pasal 42

(1) Pencipta arsip wajib menyediakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip yang

berhak.

(2) Pencipta arsip pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, dan

BUMN dan/atau BUMD membuat daftar arsip dinamis berdasarkan 2 (dua) kategori, yaitu

arsip terjaga dan arsip umum.

(3) Pencipta arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menjaga keutuhan, keamanan,

dan keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam kategori arsip terjaga.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara membuat daftar arsip dinamis, dan menjaga

keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dan ayat (3) diatur dalam peraturan kepala ANRI.

Pasal 43

(1) Pejabat yang bertanggung jawab dalam kegiatan kependudukan, kewilayahan, kepulauan,

perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan yang

strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib memberkaskan dan

melaporkan arsipnya kepada ANRI.

(2) Pemberkasan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling

lama 1 (satu) tahun sejak terjadinya kegiatan.

(3) Arsip yang tercipta pada lembaga negara, pemerintahan daerah, dan perguruan tinggi negeri

yang berkaitan dengan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib

diserahkan kepada ANRI dalam bentuk salinan autentik dari naskah asli paling lama 1 (satu)

tahun setelah dilakukan pelaporan kepada ANRI.

(4) Pejabat yang bertanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang kegiatannya

berlangsung sebelum berlakunya Undang-Undang ini, tanggungjawabnya menjadi tanggung

jawab pimpinan instansi yang bersangkutan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberkasan dan pelaporan arsip sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan kepala ANRI.

Pasal 44

(1) Pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka untuk

umum dapat:

a. menghambat proses penegakan hukum;

b. mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan

dari persaingan usaha tidak sehat;

c. membahayakan pertahanan dan keamanan negara;

d. mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi

kerahasiaannya;

e. merugikan ketahanan ekonomi nasional;

f. merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri;

g. mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun

wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;

h. mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan

i. mengungkap memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.

(2) Pencipta arsip wajib menjaga kerahasiaan arsip tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat

(1).

(3) Pencipta arsip wajib menentukan prosedur berdasarkan standar pelayanan minimal serta

menyediakan fasilitas untuk kepentingan pengguna arsip.

Pasal 45

(1) Pemeliharaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf b

dilaksanakan oleh pencipta arsip untuk menjamin keamanan informasi dan fisik arsip.

(2) Pemeliharaan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan standar

pemeliharaan arsip.

Pasal 46

Ketentuan lebih lanjut mengenai penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan arsip dinamis

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 diatur dengan peraturan

pemerintah.

Paragraf 3

Penyusutan Arsip

Pasal 47

(1) Penyusutan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf c dilaksanakan oleh

pencipta arsip.

(2) Penyusutan arsip yang dilaksanakan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan

tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan berdasarkan JRA dengan

memperhatikan kepentingan pencipta arsip serta kepentingan masyarakat, bangsa dan

negara.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan arsip diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 48

(1) Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau

BUMD wajib memiliki JRA.

(2) JRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan lembaga negara,

pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai JRA diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 49

Penyusutan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf c meliputi:

a. pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan;

b. pemusnahan arsip yang telah habis retensi dan yang tidak memiliki nilai guna dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan.

Pasal 50

Pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

49 huruf a diatur oleh pimpinan pencipta arsip.

Pasal 51

(1) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b dilakukan terhadap arsip

yang:

a. tidak memiliki nilai guna;

b. telah habis retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan JRA;

c. tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang; dan

d. tidak berkaitan dengan penyelesaian proses suatu perkara.

(2) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan sesuai dengan

prosedur yang benar.

(3) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada pencipta arsip

merupakan tanggung jawab pimpinan pencipta arsip yang bersangkutan.

Pasal 52

(1) Setiap lembaga negara dan lembaga yang terkena kewajiban berdasarkan undang-undang

ini dilarang melaksanakan pemusnahan arsip tanpa prosedur yang benar.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 53

(1) Lembaga negara tingkat pusat wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI.

(2) Lembaga negara di daerah wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI sepanjang instansi

induknya tidak menentukan lain.

(3) Satuan kerja perangkat daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah provinsi wajib

menyerahkan arsip statis kepada arsip daerah provinsi.

(4) Satuan kerja perangkat daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota

wajib menyerahkan arsip statis kepada arsip daerah kabupaten/kota.

(5) Satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi negeri wajib menyerahkan arsip statis kepada

arsip perguruan tinggi di lingkungannya.

(6) Perusahaan wajib menyerahkan arsip statis kepada lembaga kearsipan berdasarkan

tingkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) adalah arsip yang:

a. memiliki nilai guna kesejarahan; dan

b. telah habis retensinya dan berketerangan dipermanenkan sesuai dengan JRA.

(8) Selain arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (7), arsip yang tidak dikenali

penciptanya atau karena tidak adanya JRA dan dinyatakan dalam DPA oleh lembaga

kearsipan dinyatakan sebagai arsip statis.

Pasal 54

Pencipta arsip bertanggung jawab atas autentisitas, reliabilitas, dan keutuhan arsip statis yang

diserahkan kepada lembaga kearsipan.

Pasal 55

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan arsip inaktif, pemusnahan arsip yang tidak bernilai

guna, dan penyerahan arsip statis, serta ketentuan mengenai JRA sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 50 sampai dengan Pasal 53 diatur dengan peraturan pemerintah.

Paragraf 4

Arsip Vital

Pasal 56

(1) Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau

BUMD wajib membuat program arsip vital.

(2) Program arsip vital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan:

a. identifikasi;

b. pelindungan dan pengamanan; dan

c. penyelamatan dan pemulihan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai program arsip vital sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) diatur dengan peraturan kepala ANRI.

Bagian Ketiga

Kewajiban Pencipta Arsip

Pasal 57

(1) Pencipta arsip yang terkena kewajiban pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 45, dan Pasal 47 sampai dengan Pasal 54, serta

Pasal 56 berlaku bagi:

a. lembaga negara;

b. pemerintahan daerah;

c. perguruan tinggi negeri; dan

d. BUMN dan/atau BUMD.

(2) Kewajiban pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula

bagi perusahaan dan perguruan tinggi swasta terhadap arsip yang tercipta dari kegiatan

yang dibiayai dengan anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri.

Pasal 58

(1) Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau

BUMD wajib mengelola arsip yang diciptakan oleh pihak ketiga yang diberi pekerjaan

berdasarkan perjanjian kerja.

(2) Pengelolaan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah pihak ketiga

mempertanggungjawabkan kegiatannya kepada pemberi kerja dan lembaga lain yang

terkait.

(3) Pihak ketiga yang menerima pekerjaan dari lembaga negara, pemerintahan daerah,

perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD berdasarkan perjanjian kerja

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan

yang dibiayai dengan anggaran negara kepada pemberi kerja.

BAB V

PENGELOLAAN ARSIP STATIS

Bagian Kesatu

Ruang Lingkup Pengelolaan

Pasal 59

(1) Pengelolaan arsip statis dilaksanakan untuk menjamin keselamatan arsip sebagai

pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Pengelolaan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. akuisisi arsip statis;

b. pengolahan arsip statis;

c. preservasi arsip statis; dan

d. akses arsip statis.

Bagian Kedua

Pelaksanaan Pengelolaan Arsip Statis

Paragraf 1

Akuisisi Arsip Statis

Pasal 60

(1) Lembaga kearsipan melaksanakan akuisisi arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal

59 ayat (2) huruf a.

(2) Akuisisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi arsip statis yang telah diverifikasi

secara langsung maupun tidak langsung.

(3) Lembaga kearsipan wajib membuat DPA yang meliputi arsip sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dan mengumumkannya kepada publik.

(4) Setiap orang yang memiliki atau menyimpan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) wajib menyerahkan kepada ANRI atau lembaga kearsipan berdasarkan syarat-syarat

yang ditetapkan dalam pengumuman DPA.

Pasal 61

(1) Lembaga kearsipan melaksanakan akuisisi arsip statis dari lembaga pendidikan swasta dan

perusahaan swasta yang memperoleh anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri.

(2) Akuisisi arsip statis oleh lembaga kearsipan diikuti dengan peralihan tanggung jawab

pengelolaannya.

Paragraf 2

Pengolahan Arsip Statis

Pasal 62

(1) Pengolahan arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b

dilaksanakan berdasarkan asas asal usul dan asas aturan asli.

(2) Pengolahan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan

standar deskripsi arsip statis.

Paragraf 3

Preservasi Arsip Statis

Pasal 63

(1) Preservasi arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c dilakukan

untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis.

(2) Preservasi arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara preventif dan

kuratif.

Paragraf 4

Akses Arsip Statis

Pasal 64

(1) Lembaga kearsipan wajib menjamin kemudahan akses arsip statis sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d bagi kepentingan pengguna arsip.

(2) Akses arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan

pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dengan memperhatikan prinsip

keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip.

(3) Akses arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada sifat

keterbukaan dan ketertutupan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Lembaga kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pelayanan

berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelayanan yang ditetapkan oleh ANRI

serta menyediakan fasilitas untuk kepentingan akses sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 65

(1) Arsip statis pada dasarnya terbuka untuk umum.

(2) Apabila akses terhadap arsip statis yang berasal dari pencipta arsip terdapat persyaratan

tertentu, akses dilakukan sesuai dengan persyaratan dari pencipta arsip yang memiliki

arsip tersebut.

Pasal 66

(1) Terhadap arsip statis yang dinyatakan tertutup berdasarkan persyaratan akses sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) atau karena sebab lain, kepala ANRI atau kepala

lembaga kearsipan sesuai dengan lingkup kewenangannya dapat menyatakan arsip statis

menjadi terbuka setelah melewati masa penyimpanan selama 25 (dua puluh lima) tahun.

(2) Arsip statis dapat dinyatakan tertutup apabila memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan

(3) Lembaga kearsipan memiliki kewenangan menetapkan keterbukaan arsip statis sebelum 25

(dua puluh lima) tahun masa penyimpanan yang dinyatakan masih tertutup dengan

pertimbangan:

a. tidak menghambat proses penegakan hukum;

b. tidak mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan

pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat;

c. tidak membahayakan pertahanan dan keamanan negara;

d. tidak mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi

kerahasiaannya;

e. tidak merugikan ketahanan ekonomi nasional;

f. tidak merugikan kepentingan politik dan hubungan luar negeri;

g. tidak mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir

ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;

h. tidak mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan

i. tidak mengungkapkan memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu

dirahasiakan.

(4) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, kepentingan

penyelidikan dan penyidikan, arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diakses

dengan kewenangan kepala lembaga kearsipan yang ketentuannya diatur dengan peraturan

kepala ANRI.

(5) Penetapan arsip statis menjadi tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh

kepala lembaga kearsipan sesuai dengan tingkatan dan dilaporkan kepada dewan

perwakilan rakyat sesuai dengan tingkatannya.

(6) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan secara terkoordinasi dengan

pencipta arsip yang menguasai sebelumnya.

(7) Penetapan keterbukaan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak arsip statis diterima oleh

lembaga kearsipan.

Pasal 67

Ketentuan lebih lanjut mengenai akuisisi, pengolahan, preservasi, dan akses arsip statis

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan peraturan

pemerintah.

BAB VI

AUTENTIKASI

Pasal 68

(1) Pencipta arsip dan/atau lembaga kearsipan dapat membuat arsip dalam berbagai bentuk

dan/atau melakukan alih media meliputi media elektronik dan/atau media lain.

(2) Autentikasi arsip statis terhadap arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

oleh lembaga kearsipan.

(3) Ketentuan mengenai autentisitas arsip statis yang tercipta secara elektronik dan/atau hasil

alih media sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dibuktikan dengan persyaratan

yang diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 69

(1) Lembaga kearsipan berwenang melakukan autentikasi arsip statis dengan dukungan

pembuktian.

(2) Untuk mendukung kapabilitas, kompetensi, serta kemandirian dan integritasnya dalam

melakukan fungsi dan tugas penetapan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan

harus didukung peralatan dan teknologi yang memadai.

(3) Dalam menetapkan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan dapat berkoordinasi

dengan instansi yang mempunyai kemampuan dan kompetensi.

BAB VII

ORGANISASI PROFESI DAN

PERAN SERTA MASYARAKAT

Bagian Kesatu

Organisasi Profesi

Pasal 70

(1) Arsiparis dapat membentuk organisasi profesi.

(2) Pembinaan organisasi profesi arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

Pemerintah dan pemerintah daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi arsiparis sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Peran Serta Masyarakat

Pasal 71

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam kearsipan yang meliputi peran serta perseorangan,

organisasi politik, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan kearsipan.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam

ruang lingkup pengelolaan, penyelamatan, penggunaan arsip, dan penyediaan sumber daya

pendukung, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kearsipan.

(3) Lembaga kearsipan dapat mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan pelindungan,

penyelamatan, pengawasan, serta sosialisasi kearsipan.

Pasal 72

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2)

dilaksanakan dengan cara:

a. menciptakan arsip atas kegiatan yang dapat mengakibatkan munculnya hak dan kewajiban

dalam rangka menjamin pelindungan hak-hak keperdataan dan hak atas kekayaan intelektual

serta mendukung ketertiban kegiatan penyelenggaraan negara; dan

b. menyimpan dan melindungi arsip perseorangan, keluarga, organisasi politik, dan organisasi

kemasyarakatan masing-masing sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 73

(1) Peran serta masyarakat dalam penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71

ayat (2) dilaksanakan dengan cara:

a. menyerahkan arsip statis kepada lembaga kearsipan;

b. melaporkan kepada lembaga kearsipan apabila mengetahui terjadinya penjualan,

pemusnahan, perusakan, pemalsuan, dan pengubahan arsip oleh lembaga negara

tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; dan

c. melindungi dan menyelamatkan arsip dan tempat penyimpanan arsip dari bencana

alam, bencana sosial, perang, sabotase, spionase, dan terorisme melalui koordinasi

dengan lembaga terkait.

(2) Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang berperan

serta dalam kegiatan pelindungan dan penyelamatan arsip.

(3) Pemerintah dapat memberikan imbalan kepada anggota masyarakat yang berperan serta

dalam penyerahan arsip yang masuk dalam kategori DPA.

Pasal 74

Peran serta masyarakat dalam penggunaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2)

dilaksanakan melalui pembudayaan penggunaan dan pemanfaatan arsip sesuai dengan prosedur

yang benar.

Pasal 75

Peran serta masyarakat dalam penyediaan sumber daya pendukung sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 71 ayat (2) dilaksanakan dengan cara:

a. menggalang dan/atau menyumbangkan dana untuk penyelenggaraan kearsipan;

b. melakukan pengawasan penyelenggaraan kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan

c. menjadi sukarelawan dalam pengelolaan dan penyelamatan arsip sesuai dengan kompetensi

yang dimilikinya.

Pasal 76

Masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kearsipan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 71 ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 77

Organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan menyerahkan arsip statis dari

kegiatan yang didanai dari anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri kepada lembaga

kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 78

(1) Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 ayat (2), Pasal 22 ayat (4), Pasal 24 ayat (4), Pasal 27 ayat (4), Pasal 48 ayat (1), dan

Pasal 60 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.

(2) Apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa penundaaan

kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.

(3) Apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau

pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa

penundaaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 79

(1) Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

56 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.

(2) Apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa penurunan gaji

sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.

(3) Apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau

pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa

penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu)

tahun.

Pasal 80

(1) Pejabat, pimpinan instansi dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4), Pasal 42 ayat (1), dan Pasal 43 ayat (1), ayat (2), dan

ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.

(2) Apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat, pimpinan instansi

dan/atau pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif

berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1

(satu) tahun.

(3) Apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan, pejabat, pimpinan

instansi dan/atau pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi

administratif berupa pembebasan dari jabatan.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 81

Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan/atau memiliki arsip negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 33 untuk kepentingan sendiri atau orang lain yang tidak berhak dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00

(dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 82

Setiap orang yang dengan sengaja menyediakan arsip dinamis kepada pengguna arsip yang tidak

berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta

rupiah).

Pasal 83

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan keselamatan arsip

negara yang terjaga untuk kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 84

Pejabat yang dengan sengaja tidak melaksanakan pemberkasan dan pelaporan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 85

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjaga kerahasiaan arsip tertutup sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 86

Setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 87

Setiap orang yang memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang memiliki nilai guna

kesejarahan kepada pihak lain di luar yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 88

Pihak ketiga yang tidak menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan

anggaran negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta

rupiah).

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 89

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terhadap

kegiatan yang telah terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang ini, mengikuti ketentuan

Undang-Undang ini sejak diundangkan.

(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan kearsipan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau

belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 90

(1) Peraturan pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 1

(satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

(2) Peraturan kepala ANRI yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 1

(satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Pasal 91

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor

32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2964) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 92

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.