PROFIL
- Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Tasikmalaya
- Tasikmalaya, Jawa barat, Indonesia
- Visi : Menjadikan Arsip dan Perpustakaan Sebagai Pusat Informasi
Minggu, 31 Januari 2010
Rumah Tahan Gempa
Minat Baca
Senin, 25 Januari 2010
FIQIH SUNNAH
Minggu, 24 Januari 2010
Gapura Kota Tasikmalaya
Kamis, 21 Januari 2010
Rabu, 20 Januari 2010
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan
a. bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional;
b. bahwa sebagai salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional, perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam;
d. bahwa ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan perpustakaan masih bersifat parsial dalam berbagai peraturan sehingga perlu diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang tersendiri;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perpustakaan;
Mengingat: Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERPUSTAKAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
2. Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan.
3. Koleksi nasional adalah semua karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri yang dimiliki oleh perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
5. Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
6. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial-ekonomi.
7. Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain.
8. Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
9. Pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan.
10. Bahan perpustakaan adalah semua hasil karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.
11. Masyarakat adalah setiap orang, kelompok orang, atau lembaga yang berdomisili pada suatu wilayah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang perpustakaan.
12. Organisasi profesi pustakawan adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan oleh pustakawan untuk mengembangkan profesionalitas kepustakawanan.
13. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsure penyelenggara pemerintahan daerah.
15. Sumber daya perpustakaan adalah semua tenaga, sarana dan prasarana, serta dana yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perpustakaan.
16. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
Pasal 2
Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan.
Pasal 3
Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
Pasal 4
Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
BAB II
HAK, KEWAJIBAN, DAN KEWENANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 5
(1) Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk:
a. memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan;
b. mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan;
c. mendirikan dan/atau menyelenggarakan perpustakaan;
d. berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan.
(2) Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus.
(3) Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau social berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 6
(1) Masyarakat berkewajiban:
a. menjaga dan memelihara kelestarian koleksiperpustakaan;
b. menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya ke Perpustakaan Nasional;
c. menjaga kelestarian dan keselamatan sumber daya perpustakaan di lingkungannya;
d. d mendukung upaya penyediaan fasilitas layanan perpustakaan di lingkungannya;
e. mematuhi seluruh ketentuan dan peraturan dalam pemanfaatan fasilitas perpustakaan; dan
f. menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan lingkungan perpustakaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Pemerintah berkewajiban:
a. mengembangkan sistem nasional perpustakaan sebagai upaya mendukung sistem pendidikan nasional;
b. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
c. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di tanah air;
d. menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan
e. (transkripsi), dan alih media (transmedia); e. menggalakkan promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan;
f. meningkatan kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan;
g. membina dan mengembangkan kompetensi, profesionalitas pustakawan, dan tenaga teknis perpustakaan;
h. mengembangkan Perpustakaan Nasional; dan
i. memberikan penghargaan kepada setiap orang yang menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban:
a. menjamin penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di daerah;
b. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di wilayah masing-masing;
c. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
d. menggalakkan promosi gemar membaca dengan memanfaatkan perpustakaan;
e. memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah; dan
f. menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya.
Bagian Ketiga
Kewenangan
Pasal 9
Pemerintah berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional dalam pembinaan dan pengembangan semua jenis perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan.
Pasal 10
Pemerintah daerah berwenang:
a. menetapkan kebijakan daerah dalam pembinaan dan pengembangan perpustakaan di wilayah masingmasing;
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah masing-masing; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah masing-masing untuk dilestarikan dan didayagunakan.
BAB III
STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN
Pasal 11
(1) Standar nasional perpustakaan terdiri atas:
a. standar koleksi perpustakaan;
b. standar sarana dan prasarana;
c. standar pelayanan perpustakaan;
d. standar tenaga perpustakaan;
e. standar penyelenggaraan; dan
f. standar pengelolaan.
(2) Standar nasional perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengembangan perpustakaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar nasional perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KOLEKSI PERPUSTAKAAN
Pasal 12
(1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Pengembangan koleksi perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(3) Bahan perpustakaan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan disimpan sebagai koleksi khusus Perpustakaan Nasional.
(4) Koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan secara terbatas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan penggunaan secara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Koleksi nasional diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog induk nasional (KIN), dan didistribusikan oleh Perpustakaan Nasional.
(2) Koleksi nasional yang berada di daerah diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog induk daerah (KID), dan didistribusikan oleh perpustakaan umum provinsi.
BAB V
LAYANAN PERPUSTAKAAN
Pasal 14
(1) Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka.
(2) Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional perpustakaan.
(3) Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka.
(5) Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
(6) Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antarperpustakaan.
(7) Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan melalui jejaring telematika.
BAB VI
PEMBENTUKAN, PENYELENGGARAAN, SERTA PENGELOLAAN DAN
PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN
Bagian Kesatu
Pembentukan Perpustakaan
Pasal 15
(1) Perpustakaan dibentuk sebagai wujud pelayanan kepada pemustaka dan masyarakat.
(2) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(3) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memenuhi syarat:
a. memiliki koleksi perpustakaan;
b. memiliki tenaga perpustakaan;
c. memiliki sarana dan prasarana perpustakaan;
d. memiliki sumber pendanaan; dan
e. memberitahukan keberadaannya ke Perpustakaan Nasional.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Perpustakaan
Pasal 16
Penyelenggaraan perpustakaan berdasarkan kepemilikan terdiri atas:
a. perpustakaan pemerintah;
b. perpustakaan provinsi;
c. perpustakaan kabupaten/kota;
d. perpustakaan kecamatan;
e. perpustakaan desa;
f. perpustakaan masyarakat;
g. perpustakaan keluarga; dan
h. perpustakaan pribadi.
Pasal 17
Penyelenggaraan perpustakaan dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan dan Pengembangan Perpustakaan
Pasal 18
Setiap perpustakaan dikelola sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
Pasal 19
(1) Pengembangan perpustakaan merupakan upaya peningkatan sumber daya, pelayanan, dan pengelolaan perpustakaan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.
(2) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan karakteristik, fungsi dan tujuan, serta dilakukan sesuai dengan kebutuhan pemustaka dan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(3) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara berkesinambungan.
BAB VII
JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN
Pasal 20
Perpustakaan terdiri atas:
a. Perpustakaan Nasional;
b. Perpustakaan Umum;
c. Perpustakaan Sekolah/Madrasah;
d. Perpustakaan Perguruan Tinggi; dan
e. Perpustakaan Khusus.
Bagian Kesatu
Perpustakaan Nasional
Pasal 21
(1) Perpustakaan Nasional merupakan LPND yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan dan berkedudukan di ibukota negara.
(2) Perpustakaan Nasional bertugas:
a. menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan;
b. melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan;
c. membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan; dan
d. mengembangkan standar nasional perpustakaan.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perpustakaan Nasional bertanggung jawab:
a. mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat;
b. mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa;
c. melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dan
d. mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri.
Bagian Kedua
Perpustakaan Umum
Pasal 22
(1) Perpustakaan umum diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, serta dapat diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang koleksinya mendukung pelestarian hasil budaya daerah masing-masing dan memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
(3) Perpustakaan umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan mengembangkan sistem layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Masyarakat dapat menyelenggarakan perpustakaan umum untuk memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
(5) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota melaksanakan layanan perpustakaan keliling bagi daerah yang belum terjangkau oleh layanan perpustakaan menetap.
Bagian Ketiga
Perpustakaan Sekolah/Madrasah
Pasal 23
(1) Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik.
(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan.
(4) Perpustakaan sekolah/madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5)Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.
Bagian Keempat
Perpustakaan Perguruan Tinggi
Pasal 24
(1) Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki koleksi, baik jumlah judul maupun jumlah eksemplarnya, yang mencukupi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perpustakaan perguruan tinggi mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Setiap perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna memenuhi standar nasional pendidikan dan standar nasional perpustakaan.
Bagian Kelima
Perpustakaan Khusus
Pasal 25
Perpustakaan khusus menyediakan bahan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemustaka di lingkungannya.
Pasal 26
Perpustakaan khusus memberikan layanan kepada pemustaka di lingkungannya dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar lingkungannya.
Pasal 27
Perpustakaan khusus diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
Pasal 28
Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan berupa pembinaan teknis, pengelolaan, dan/atau pengembangan perpustakaan kepada perpustakaan khusus.
BAB VIII
TENAGA PERPUSTAKAAN, PENDIDIKAN, DAN
ORGANISASI PROFESI
Bagian Kesatu
Tenaga Perpustakaan
Pasal 29
(1) Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan.
(2) Pustakawan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(3) Tugas tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirangkap oleh pustakawan sesuai dengan kondisi perpustakaan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus pegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus nonpegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh penyelenggara perpustakaan yang bersangkutan.
Pasal 30
Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum Pemerintah, perpustakaan umum provinsi, perpustakaan umum kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli dalam bidang perpustakaan.
Pasal 31
Tenaga perpustakaan berhak atas:
a. penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; dan
c. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas perpustakaan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
d. Pasal 32
Tenaga perpustakaan berkewajiban:
a. memberikan layanan prima terhadap pemustaka;
b. menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif; dan
c. memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Bagian Kedua
Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan.
(2) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan formal dan/atau nonformal.
(3) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kerja sama Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi, dan/atau perpustakaan umum kabupaten/kota dengan Organisasi profesi, atau dengan lembaga pendidikan dan pelatihan.
Bagian Ketiga
Organisasi Profesi
Pasal 34
(1) Pustakawan membentuk organisasi profesi.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan dan memberi pelindungan profesi kepada pustakawan.
(3) Setiap pustakawan menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembinaan dan pengembangan organisasi profesi pustakawan difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
Organisasi profesi pustakawan mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan melaksanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b. menetapkan dan menegakkan kode etik pustakawan;
c. memberi pelindungan hukum kepada pustakawan;dan
d. menjalin kerja sama dengan asosiasi pustakawan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.
Pasal 36
(1) Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b berupa norma atau aturan yang harus dipatuhi oleh setiap pustakawan untuk menjaga kehormatan, martabat, citra, dan profesionalitas.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat secara spesifik sanksi pelanggaran kode etik dan mekanisme penegakan kode etik.
Pasal 37
(1) Penegakan kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Pustakawan yang dibentuk oleh organisasi profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi pustakawan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
BAB IX
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 38
(1) Setiap penyelenggara perpustakaan menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
BAB X
PENDANAAN
Pasal 39
(1) Pendanaan perpustakaan menjadi tanggung jawab penyelenggara perpustakaan.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran perpustakaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Pasal 40
(1) Pendanaan perpustakaan didasarkan pada prinsip kecukupan dan berkelanjutan.
(2) Pendanaan perpustakaan bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. sebagian anggaran pendidikan;
c. sumbangan masyarakat yang tidak mengikat;
d. kerja sama yang saling menguntungkan;
e. bantuan luar negeri yang tidak mengikat;
f. hasil usaha jasa perpustakaan; dan/atau
g. sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
Pengelolaan dana perpustakaan dilakukan secara efisien, berkeadilan, terbuka, terukur, dan bertanggung jawab.
BAB XI
KERJA SAMA DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Kerja Sama
Pasal 42
(1) Perpustakaan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan layanan kepada pemustaka.
(2) Peningkatan layanan kepada pemustaka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan jumlah pemustaka yang dapat dilayani dan meningkatkan mutu layanan perpustakaan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peningkatan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memanfaatkan sistem jejaring perpustakaan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Pasal 43
Masyarakat berperan serta dalam pembentukan, penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan perpustakaan.
BAB XII
DEWAN PERPUSTAKAAN
Pasal 44
(1) Presiden menetapkan Dewan Perpustakaan Nasional atas usul Menteri dengan memperhatikan masukan dari Kepala Perpustakaan Nasional.
(2) Gubernur menetapkan Dewan Perpustakaan Provinsi atas usul kepala perpustakaan provinsi.
(3) Dewan Perpustakaan Nasional bertanggung jawab kepada Presiden dan Dewan Perpustakaan Provinsi bertanggung jawab kepada gubernur.
(4) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berjumlah 15 (lima belas) orang yang berasal dari:
a. 3 (tiga) orang unsur pemerintah;
b. 2 (dua) orang wakil organisasi profesi pustakawan;
c. 2 (dua) orang unsur pemustaka;
d. 2 (dua) orang akademisi;
e. 1 (satu) orang wakil organisasi penulis;
f. 1 (satu) orang sastrawan;
g. 1 (satu) orang wakil organisasi penerbit;
h. 1 (satu) orang wakil organisasi perekam;
i. 1 (satu) orang wakil organisasi toko buku; dan
j. 1 (satu) orang tokoh pers.
(5) Dewan perpustakaan dipimpin oleh seorang ketua dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota dewan perpustakaan.
(6) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertugas:
a. memberikan pertimbangan, nasihat, dan saran bagi perumusan kebijakan dalam bidang perpustakaan;
b. menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat terhadap penyelenggaraan perpustakaan; dan
c. melakukan pengawasan dan penjaminan mutu layanan perpustakaan.
Pasal 45
(1) Dewan Perpustakaan Nasional dalam melaksanakan tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara.
(2) Dewan Perpustakaan Provinsi dalam melaksanakan tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 46
Dewan perpustakaan dapat menjalin kerja sama dengan perpustakaan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6).
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja, tata cara pengangkatan anggota, serta pemilihan pimpinan dewan perpustakaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
PEMBUDAYAAN KEGEMARAN MEMBACA
Pasal 48
(1) Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
(2) Pembudayaan kegemaran membaca pada keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah melalui buku murah dan berkualitas.
(3) Pembudayaan kegemaran membaca pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengembangkan dan memanfaatkan perpustakaan sebagai proses pembelajaran.
(4) Pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyediaan sarana perpustakaan di tempattempat umum yang mudah dijangkau, murah, dan bermutu.
Pasal 49
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mendorong tumbuhnya taman bacaan masyarakat dan rumah baca untuk menunjang pembudayaan kegemaran membaca.
Pasal 50
Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong pembudayaan kegemaran membaca sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dengan menyediakan bahan bacaan bermutu, murah, dan terjangkau serta menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan yang mudah diakses.
Pasal 51
(1) Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui gerakan nasional gemar membaca.
(2) Gerakan nasional gemar membaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan seluruh masyarakat.
(3) Satuan pendidikan membina pembudayaan kegemaran membaca peserta didik dengan memanfaatkan perpustakaan.
(4) Perpustakaan wajib mendukung dan memasyarakatkan gerakan nasional gemar membaca melalui penyediaan karya tulis, karya cetak, dan karya rekam.
(5) Untuk mewujudkan pembudayaan kegemaran membaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perpustakaan bekerja sama dengan pemangku kepentingan.
(6) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berhasil melakukan gerakan pembudayaan gemar membaca.
(7) Ketentuan mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
KETENTUAN SANKSI
Pasal 52
(1) Semua lembaga penyelenggara perpustakaan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 22 ayat (2), Pasal 23, dan Pasal 24 dikenai sanksi administratif.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.
Pasal 54
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Nopember 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Nopember 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 129
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
Istilah Perpustakaan
- Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
- Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan.
- Koleksi nasional adalah semua karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri yang dimiliki oleh perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
- Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
- Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial-ekonomi.
- Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain.
- Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
- Pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan.
Senin, 11 Januari 2010
UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2009
TENTANG
KEARSIPAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan mencapai cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, arsip sebagai
identitas dan jati diri bangsa, serta sebagai memori, acuan, dan bahan
pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara harus dikelola dan diselamatkan oleh negara;
b. bahwa untuk menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya,
menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat,
serta mendinamiskan sistem kearsipan, diperlukan penyelenggaraan kearsipan
yang sesuai dengan prinsip, kaidah, dan standar kearsipan sebagaimana
dibutuhkan oleh suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang andal;
c. bahwa dalam menghadapi tantangan globalisasi dan mendukung terwujudnya
penyelenggaraan negara dan khususnya pemerintahan yang baik dan bersih,
serta peningkatan kualitas pelayanan publik, penyelenggaraan kearsipan di
lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan,
organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan harus
dilakukan dalam suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang
komprehensif dan terpadu;
d. bahwa ketentuan dan pengaturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kearsipan masih bersifat parsial dan tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan sehingga perlu diatur secara komprehensif dalam suatu
undang-undang tersendiri;
e. bahwa penyelenggaraan kearsipan nasional saat ini pada dasarnya belum
bersifat terpadu, sistemik, dan komprehensif yang semuanya tidak terlepas dari
pemahaman dan pemaknaan umum terhadap arsip yang masih terbatas dan
sempit oleh berbagai kalangan, termasuk di kalangan penyelenggara negara;
f. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kearsipan perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dipengaruhi oleh
perkembangan tantangan nasional dan global serta perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sampai dengan huruf f perlu membentuk Undang-Undang Republik Indonesia
tentang Kearsipan;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEARSIPAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kearsipan adalah hal-hal yang berkenaan dengan arsip.
2. Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh
lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik,
organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip
dan disimpan selama jangka waktu tertentu.
4. Arsip vital adalah arsip yang keberadaannya merupakan persyaratan dasar bagi
kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbarui, dan tidak tergantikan
apabila rusak atau hilang.
5. Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus.
6. Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya telah menurun.
7. Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna
kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah
diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik
Indonesia dan/atau lembaga kearsipan.
8. Arsip terjaga adalah arsip negara yang berkaitan dengan keberadaan dan kelangsungan
hidup bangsa dan negara yang harus dijaga keutuhan, keamanan, dan keselamatannya.
9. Arsip umum adalah arsip yang tidak termasuk dalam kategori arsip terjaga.
10. Arsiparis adalah seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh
melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan serta mempunyai
fungsi, tugas, dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan kearsipan.
11. Akses arsip adalah ketersediaan arsip sebagai hasil dari kewenangan hukum dan otorisasi
legal serta keberadaan sarana bantu untuk mempermudah penemuan dan pemanfaatan
arsip.
12. Lembaga kearsipan adalah lembaga yang memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab di
bidang pengelolaan arsip statis dan pembinaan kearsipan.
13. Lembaga negara adalah lembaga yang menjalankan cabang-cabang kekuasaan negara
meliputi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
14. Arsip Nasional Republik Indonesia selanjutnya disebut ANRI adalah lembaga kearsipan
berbentuk lembaga pemerintah nonkementerian yang melaksanakan tugas negara di bidang
kearsipan yang berkedudukan di ibukota negara.
15. Arsip daerah provinsi adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan kerja perangkat daerah
yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan pemerintahan daerah provinsi
yang berkedudukan di ibukota provinsi.
16. Arsip daerah kabupaten/kota adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan kerja perangkat
daerah yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.
17. Arsip perguruan tinggi adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan organisasi perguruan
tinggi, baik negeri maupun swasta yang melaksanakan fungsi dan tugas penyelenggaraan
kearsipan di lingkungan perguruan tinggi.
18. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan dengan tujuan
memperoleh keuntungan atau laba yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan/atau
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
19. Pencipta arsip adalah pihak yang mempunyai kemandirian dan otoritas dalam pelaksanaan
fungsi, tugas, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip dinamis.
20. Unit pengolah adalah satuan kerja pada pencipta arsip yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab mengolah semua arsip yang berkaitan dengan kegiatan penciptaan arsip di
lingkungannya.
21. Unit kearsipan adalah satuan kerja pada pencipta arsip yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab dalam penyelenggaraan kearsipan.
22. Jadwal retensi arsip yang selanjutnya disingkat JRA adalah daftar yang berisi
sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan atau retensi, jenis arsip, dan keterangan
yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip dimusnahkan, dinilai kembali,
atau dipermanenkan yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan
arsip.
23. Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip
inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna,
dan penyerahan arsip statis kepada lembaga kearsipan.
24. Penyelenggaraan kearsipan adalah keseluruhan kegiatan meliputi kebijakan, pembinaan
kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang didukung
oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lainnya.
25. Pengelolaan arsip dinamis adalah proses pengendalian arsip dinamis secara efisien, efektif,
dan sistematis meliputi penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta penyusutan arsip.
26. Pengelolaan arsip statis adalah proses pengendalian arsip statis secara efisien, efektif, dan
sistematis meliputi akuisisi, pengolahan, preservasi, pemanfaatan, pendayagunaan, dan
pelayanan publik dalam suatu sistem kearsipan nasional.
27. Akuisisi arsip statis adalah proses penambahan khasanah arsip statis pada lembaga
kearsipan yang dilaksanakan melalui kegiatan penyerahan arsip statis dan hak
pengelolaannya dari pencipta arsip kepada lembaga kearsipan.
28. Sistem kearsipan nasional yang selanjutnya disingkat SKN adalah suatu sistem yang
membentuk pola hubungan berkelanjutan antarberbagai komponen yang memiliki fungsi dan
tugas tertentu, interaksi antarpelaku serta unsur lain yang saling mempengaruhi dalam
penyelenggaraan kearsipan secara nasional.
29. Sistem informasi kearsipan nasional yang selanjutnya disingkat SIKN adalah sistem
informasi arsip secara nasional yang dikelola oleh ANRI yang menggunakan sarana jaringan
informasi kearsipan nasional.
30. Jaringan informasi kearsipan nasional yang selanjutnya disingkat JIKN adalah sistem
jaringan informasi dan sarana pelayanan arsip secara nasional yang dikelola oleh ANRI.
31. Daftar pencarian arsip yang selanjutnya disingkat DPA adalah daftar berisi arsip yang
memiliki nilai guna kesejarahan baik yang telah diverifikasi secara langsung maupun tidak
langsung oleh lembaga kearsipan dan dicari oleh lembaga kearsipan serta diumumkan
kepada publik.
BAB II
MAKSUD, TUJUAN, ASAS, DAN
RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan
kearsipan nasional.
Pasal 3
Penyelenggaraan kearsipan bertujuan untuk:
a. menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintahan
daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional;
b. menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah;
c. menjamin terwujudnya pengelolaan arsip yang andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui
pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya;
e. mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional sebagai suatu sistem yang komprehensif
dan terpadu;
f. menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
g. menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya,
pertahanan, serta keamanan sebagai identitas dan jati diri bangsa; dan
h. meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang
autentik dan terpercaya.
Bagian Kedua
Asas
Pasal 4
Penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan berasaskan:
a. kepastian hukum;
b. keautentikan dan keterpercayaan;
c. keutuhan;
d. asal usul (principle of provenance);
e. aturan asli (principle of original order);
f. keamanan dan keselamatan;
g. keprofesionalan;
h. keresponsifan;
i. keantisipatifan;
j. kepartisipatifan;
k. akuntabilitas;
l. kemanfaatan;
m. aksesibilitas; dan
n. kepentingan umum.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 5
(1) Ruang lingkup penyelenggaraan kearsipan meliputi keseluruhan penetapan kebijakan,
pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang
didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik,
organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan, serta lembaga kearsipan.
BAB III
PENYELENGGARAAN KEARSIPAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung jawab ANRI sebagai
penyelenggara kearsipan nasional.
(2) Penyelenggaraan kearsipan provinsi menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah provinsi
dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan provinsi.
(3) Penyelenggaraan kearsipan kabupaten/kota menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah
kabupaten/kota dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota.
(4) Penyelenggaraan kearsipan perguruan tinggi menjadi tanggung jawab perguruan tinggi dan
dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan tinggi.
(5) Tanggung jawab penyelenggara kearsipan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penetapan kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip.
(6) Untuk mempertinggi mutu penyelenggaraan kearsipan nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), penyelenggara kearsipan nasional melakukan penelitian dan
pengembangan serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kearsipan.
Pasal 7
Penetapan kebijakan kearsipan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) meliputi
bidang:
a. pembinaan;
b. pengelolaan arsip;
c. pembangunan SKN, pembangunan SIKN, dan pembentukan JIKN;
d. organisasi;
e. pengembangan sumber daya manusia;
f. prasarana dan sarana;
g. pelindungan dan penyelamatan arsip;
h. sosialisasi kearsipan;
i. kerja sama; dan
j. pendanaan.
Pasal 8
(1) Pembinaan kearsipan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dilaksanakan
oleh lembaga kearsipan nasional terhadap pencipta arsip tingkat pusat dan daerah, lembaga
kearsipan daerah provinsi, lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota, dan lembaga
kearsipan perguruan tinggi.
(2) Pembinaan kearsipan provinsi dilaksanakan oleh lembaga kearsipan provinsi terhadap
pencipta arsip di lingkungan daerah provinsi dan lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota.
(3) Pembinaan kearsipan kabupaten/kota dilaksanakan oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota
terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah kabupaten/kota.
(4) Pembinaan kearsipan perguruan tinggi dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan
tinggi terhadap satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi.
Pasal 9
(1) Pengelolaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dilakukan terhadap arsip
dinamis dan arsip statis.
(2) Pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. arsip vital;
b. arsip aktif; dan
c. arsip inaktif.
(3) Pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab
pencipta arsip.
(4) Pengelolaan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab
lembaga kearsipan.
Bagian Kedua
Pembangunan SKN, Pembangunan SIKN, dan
Pembentukan JIKN
Paragraf 1
Pembangunan SKN
Pasal 10
(1) Lembaga kearsipan nasional menyelenggarakan kearsipan yang komprehensif dan terpadu
melalui SKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c untuk menjaga autentisitas dan
keutuhan arsip.
(2) SKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk pengelolaan arsip dinamis dan
pengelolaan arsip statis
Pasal 11
SKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berfungsi untuk:
a. mengidentifikasi keberadaan arsip yang memiliki keterkaitan informasi di semua organisasi
kearsipan;
b. menghubungkan keterkaitan arsip sebagai satu keutuhan informasi; dan
c. menjamin ketersediaan arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya.
Paragraf 2
Pembangunan SIKN
Pasal 12
(1) Lembaga kearsipan nasional membangun SIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf c untuk memberikan informasi yang autentik dan utuh dalam mewujudkan arsip
sebagai tulang punggung manajemen penyelenggaraan negara, memori kolektif bangsa,
dan simpul pemersatu bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Dalam melaksanakan fungsi SIKN, lembaga kearsipan nasional membentuk JIKN.
Pasal 13
SIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berfungsi untuk:
a. mewujudkan arsip sebagai tulang punggung manajemen penyelenggaraan negara;
b. menjamin akuntabilitas manajemen penyelenggaraan negara;
c. menjamin penggunaan informasi hanya kepada pihak yang berhak; dan
d. menjamin ketersediaan arsip sebagai memori kolektif bangsa.
Paragraf 3
Pembentukan JIKN
Pasal 14
(1) JIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c berfungsi untuk meningkatkan:
a. akses dan mutu layanan kearsipan kepada masyarakat;
b. kemanfaatan arsip bagi kesejahteraan rakyat; dan
c. peran serta masyarakat dalam bidang kearsipan.
(2) Penyelenggara JIKN adalah ANRI sebagai pusat jaringan nasional serta lembaga kearsipan
provinsi, lembaga kearsipan kabupaten/kota, dan lembaga kearsipan perguruan tinggi
sebagai simpul jaringan.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai SKN, SIKN, dan JIKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
sampai dengan Pasal 14 diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Organisasi Kearsipan
Pasal 16
(1) Organisasi kearsipan terdiri atas unit kearsipan pada pencipta arsip dan lembaga kearsipan.
(2) Unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibentuk oleh setiap lembaga
negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, badan usaha milik negara (BUMN),
dan badan usaha milik daerah (BUMD).
(3) Lembaga kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. ANRI;
b. arsip daerah provinsi;
c. arsip daerah kabupaten/kota; dan
d. arsip perguruan tinggi.
(4) Arsip daerah provinsi wajib dibentuk oleh pemerintahan daerah provinsi, arsip daerah
kabupaten/kota wajib dibentuk oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan arsip
perguruan tinggi wajib dibentuk oleh perguruan tinggi negeri.
Bagian Keempat
Unit Kearsipan
Pasal 17
(1) Unit kearsipan pada pencipta arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) memiliki
fungsi:
a. pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya;
b. pengolahan arsip dan penyajian arsip menjadi informasi;
c. pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya;
d. penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada lembaga kearsipan; dan
e. pembinaan dan pengevaluasian dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di
lingkungannya.
(2) Unit kearsipan pada lembaga negara berada di lingkungan sekretariat setiap lembaga
negara sesuai dengan struktur organisasinya.
(3) Unit kearsipan pada lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki tugas:
a. melaksanakan pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya;
b. mengolah arsip dan menyajikan arsip menjadi informasi dalam kerangka SKN dan
SIKN;
c. melaksanakan pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya;
d. mempersiapkan penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada ANRI;
dan
e. melaksanakan pembinaan dan evaluasi dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di
lingkungannya.
Pasal 18
(1) Unit kearsipan pada pemerintahan daerah berada di lingkungan satuan kerja perangkat
daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah.
(2) Unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
a. melaksanakan pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah satuan kerja perangkat
daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah;
b. melaksanakan pemusnahan arsip dari lingkungan satuan kerja perangkat daerah dan
penyelenggara pemerintahan daerah;
c. mempersiapkan penyerahan arsip statis oleh pimpinan satuan kerja perangkat daerah
dan penyelenggara pemerintahan daerah kepada lembaga kearsipan daerah; dan
d. melaksanakan pembinaan dan evaluasi dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di
lingkungannya.
Bagian Kelima
Lembaga Kearsipan
Paragraf 1
ANRI
Pasal 19
(1) ANRI adalah lembaga kearsipan nasional.
(2) ANRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis
yang berskala nasional yang diterima dari:
a. lembaga negara;
b. perusahaan;
c. organisasi politik;
d. organisasi kemasyarakatan; dan
e. perseorangan.
Pasal 20
(1) ANRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) memiliki tugas melaksanakan
pembinaan kearsipan secara nasional terhadap pencipta arsip tingkat pusat dan daerah,
arsip daerah provinsi, arsip daerah kabupaten/kota, dan arsip perguruan tinggi.
(2) Pembinaan kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
terkoordinasi dengan lembaga terkait.
Pasal 21
Untuk kepentingan penyelamatan arsip pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara, ANRI dapat membentuk depot dan/atau tempat penyimpanan arsip inaktif yang
berfungsi sebagai penyimpan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan.
Paragraf 2
Arsip Daerah Provinsi
Pasal 22
(1) Arsip daerah provinsi adalah lembaga kearsipan daerah provinsi.
(2) Pemerintahan daerah provinsi wajib membentuk arsip daerah provinsi.
(3) Pembentukan arsip daerah provinsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Arsip daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan
pengelolaan arsip statis yang diterima dari:
a. satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara pemerintahan daerah
provinsi;
b. lembaga negara di daerah provinsi dan kabupaten/kota;
c. perusahaan;
d. organisasi politik;
e. organisasi kemasyarakatan; dan
f. perseorangan.
Pasal 23
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4), arsip daerah provinsi memiliki
tugas melaksanakan:
a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang
berasal dari satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara pemerintahan daerah
provinsi; dan
b. pembinaan kearsipan terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah provinsi dan terhadap
arsip daerah kabupaten/kota.
Paragraf 3
Arsip Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 24
(1) Arsip daerah kabupaten/kota adalah lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota.
(2) Pemerintahan daerah kabupaten/kota wajib membentuk arsip daerah kabupaten/kota
(3) Pembentukan arsip daerah kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Arsip daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan
pengelolaan arsip statis yang diterima dari:
a. satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/kota;
b. desa atau yang disebut dengan nama lain;
c. perusahaan;
d. organisasi politik;
e. organisasi kemasyarakatan; dan
f. perseorangan.
Pasal 25
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4), arsip daerah kabupaten/kota
memiliki tugas melaksanakan:
a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang
berasal dari satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan penyelenggara pemerintahan
daerah kabupaten/kota; dan
b. pembinaan kearsipan terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah kabupaten/kota.
Pasal 26
Pembentukan arsip daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dan arsip
daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dilakukan oleh pemerintah
daerah masing-masing.
Paragraf 4
Arsip Perguruan Tinggi
Pasal 27
(1) Arsip perguruan tinggi adalah lembaga kearsipan perguruan tinggi.
(2) Perguruan tinggi negeri wajib membentuk arsip perguruan tinggi.
(3) Pembentukan arsip perguruan tinggi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Arsip perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan
pengelolaan arsip statis yang diterima dari:
a. satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi; dan
b. civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi.
Pasal 28
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4), arsip perguruan tinggi memiliki
tugas melaksanakan:
a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang
berasal dari satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi; dan
b. pembinaan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pasal 29
Unit kearsipan pada pencipta arsip dan lembaga kearsipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (2) harus dipimpin oleh sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi
yang diperoleh melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan.
Bagian Keenam
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pasal 30
(1) Pengembangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e terdiri
atas arsiparis dan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan profesionalitas di
bidang kearsipan.
(2) Lembaga kearsipan nasional melaksanakan pembinaan dan pengembangan arsiparis
melalui upaya:
a. pengadaan arsiparis;
b. pengembangan kompetensi dan keprofesionalan arsiparis melalui penyelenggaraan,
pengaturan, serta pengawasan pendidikan dan pelatihan kearsipan;
c. pengaturan peran dan kedudukan hukum arsiparis; dan
d. penyediaan jaminan kesehatan dan tunjangan profesi untuk sumber daya kearsipan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan hukum, kewenangan, kompetensi, pendidikan
dan pelatihan arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan
pemerintah.
Bagian Ketujuh
Prasarana dan Sarana
Pasal 31
Pemerintah mengembangkan prasarana dan sarana kearsipan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf f dengan mengatur standar kualitas dan spesifikasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
(1) Pencipta arsip dan lembaga kearsipan menyediakan prasarana dan sarana kearsipan sesuai
dengan standar kearsipan untuk pengelolaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1).
(2) Prasarana dan sarana kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan dan
dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Bagian Kedelapan
Pelindungan dan Penyelamatan Arsip
Pasal 33
Arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga negara dan kegiatan yang menggunakan sumber dana
negara dinyatakan sebagai arsip milik negara.
Pasal 34
(1) Negara menyelenggarakan pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf g, baik terhadap arsip yang keberadaanya di dalam maupun di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bahan pertanggungjawaban setiap
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara untuk kepentingan negara, pemerintahan,
pelayanan publik, dan kesejahteraan rakyat.
(2) Negara secara khusus memberikan pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan kependudukan, kewilayahan, kepulauan,
perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah-masalah pemerintahan
yang strategis.
(3) Negara menyelenggarakan pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dari bencana alam, bencana sosial, perang, tindakan kriminal
serta tindakan kejahatan yang mengandung unsur sabotase, spionase, dan terorisme.
(4) Pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh ANRI, pencipta arsip, dan pihak terkait.
(5) Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana nasional dilaksanakan oleh ANRI dan
pencipta arsip yang berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB).
(6) Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak dinyatakan sebagai
bencana nasional dilaksanakan oleh pencipta arsip, arsip daerah provinsi, dan/atau arsip
daerah kabupaten/kota yang berkoordinasi dengan BNPB.
Pasal 35
(1) Tanggung jawab penyelamatan arsip lembaga negara yang digabung dan/atau dibubarkan,
dilaksanakan oleh ANRI bersama dengan lembaga negara yang bersangkutan sejak
penggabungan dan/atau pembubaran ditetapkan.
(2) Dalam hal terjadi penggabungan dan/atau pembubaran suatu satuan kerja perangkat
daerah, pemerintah daerah mengambil tindakan untuk melakukan upaya penyelamatan arsip
dari satuan kerja perangkat daerah tersebut.
(3) Upaya penyelamatan arsip dari satuan kerja perangkat daerah sebagai akibat
penggabungan dan/atau pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
oleh arsip daerah provinsi atau arsip daerah kabupaten/kota sesuai dengan ruang lingkup
fungsi dan tugas.
Bagian Kesembilan
Sosialisasi Kearsipan
Pasal 36
(1) Lembaga kearsipan menggiatkan sosialisasi kearsipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf h dalam mewujudkan masyarakat sadar arsip.
(2) Sosialisasi kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan,
pelatihan, bimbingan, dan penyuluhan serta melalui penggunaan berbagai sarana media
komunikasi dan informasi.
(3) Sosialisasi kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan pada lembaga negara,
pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, dan perseorangan.
(4) Lembaga kearsipan menyediakan layanan informasi arsip, konsultasi, dan bimbingan bagi
pengelolaan arsip masyarakat.
Bagian Kesepuluh
Kerja Sama
Pasal 37
(1) Lembaga kearsipan dapat mengadakan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf i dengan pencipta arsip dan dapat mengadakan kerja sama dengan luar negeri.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesebelas
Pendanaan
Pasal 38
(1) Pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf j, dalam rangka penyelenggaraan
kearsipan yang diselenggarakan oleh lembaga kearsipan nasional, lembaga negara,
perguruan tinggi negeri, dan kegiatan kearsipan tertentu oleh pemerintahan daerah
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
(2) Pendanaan dalam rangka penyelenggaraan kearsipan yang diselenggarakan oleh
pemerintahan daerah selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Pasal 39
(1) Pendanaan pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana yang berskala nasional
menjadi tanggung jawab Pemerintah.
(2) Pendanaan pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana yang terjadi di daerah
yang tidak dinyatakan sebagai bencana nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (6) menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah masing-masing.
BAB IV
PENGELOLAAN ARSIP DINAMIS
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Pengelolaan
Pasal 40
(1) Pengelolaan arsip dinamis dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan arsip dalam
penyelenggaraan kegiatan sebagai bahan akuntabilitas kinerja dan alat bukti yang sah
berdasarkan suatu sistem yang memenuhi persyaratan:
a. andal;
b. sistematis;
c. utuh;
d. menyeluruh; dan
e. sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
(2) Pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi:
a. penciptaan arsip;
b. penggunaan dan pemeliharaan arsip; dan
c. penyusutan arsip.
(3) Pengelolaan arsip dinamis pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi
negeri, serta BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan dalam suatu sistem kearsipan nasional.
(4) Untuk mendukung pengelolaan arsip dinamis yang efektif dan efisien pencipta arsip
membuat tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal retensi arsip, serta sistem klasifikasi
keamanan dan akses arsip.
(5) Pejabat atau orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan arsip dinamis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menjaga keautentikan, keutuhan, keamanan, dan
keselamatan arsip yang dikelolanya.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Pengelolaan Arsip Dinamis
Paragraf 1
Penciptaan
Pasal 41
(1) Penciptaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a dilaksanakan
dengan baik dan benar untuk menjamin rekaman kegiatan dan peristiwa sebagaimana
adanya sehingga menghasilkan arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penciptaan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan analisis
fungsi dan tugas organisasi.
(3) Penciptaan arsip harus memenuhi komponen struktur, isi, dan konteks arsip.
(4) Untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
pencipta arsip mengatur dan mendokumentasikan proses pembuatan dan penerimaan arsip
secara akurat.
Paragraf 2
Penggunaan dan Pemeliharaan Arsip Dinamis
Pasal 42
(1) Pencipta arsip wajib menyediakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip yang
berhak.
(2) Pencipta arsip pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, dan
BUMN dan/atau BUMD membuat daftar arsip dinamis berdasarkan 2 (dua) kategori, yaitu
arsip terjaga dan arsip umum.
(3) Pencipta arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menjaga keutuhan, keamanan,
dan keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam kategori arsip terjaga.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara membuat daftar arsip dinamis, dan menjaga
keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dalam peraturan kepala ANRI.
Pasal 43
(1) Pejabat yang bertanggung jawab dalam kegiatan kependudukan, kewilayahan, kepulauan,
perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan yang
strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib memberkaskan dan
melaporkan arsipnya kepada ANRI.
(2) Pemberkasan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling
lama 1 (satu) tahun sejak terjadinya kegiatan.
(3) Arsip yang tercipta pada lembaga negara, pemerintahan daerah, dan perguruan tinggi negeri
yang berkaitan dengan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib
diserahkan kepada ANRI dalam bentuk salinan autentik dari naskah asli paling lama 1 (satu)
tahun setelah dilakukan pelaporan kepada ANRI.
(4) Pejabat yang bertanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang kegiatannya
berlangsung sebelum berlakunya Undang-Undang ini, tanggungjawabnya menjadi tanggung
jawab pimpinan instansi yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberkasan dan pelaporan arsip sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan kepala ANRI.
Pasal 44
(1) Pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka untuk
umum dapat:
a. menghambat proses penegakan hukum;
b. mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan
dari persaingan usaha tidak sehat;
c. membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
d. mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi
kerahasiaannya;
e. merugikan ketahanan ekonomi nasional;
f. merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri;
g. mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun
wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;
h. mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
i. mengungkap memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.
(2) Pencipta arsip wajib menjaga kerahasiaan arsip tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Pencipta arsip wajib menentukan prosedur berdasarkan standar pelayanan minimal serta
menyediakan fasilitas untuk kepentingan pengguna arsip.
Pasal 45
(1) Pemeliharaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf b
dilaksanakan oleh pencipta arsip untuk menjamin keamanan informasi dan fisik arsip.
(2) Pemeliharaan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan standar
pemeliharaan arsip.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan arsip dinamis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 diatur dengan peraturan
pemerintah.
Paragraf 3
Penyusutan Arsip
Pasal 47
(1) Penyusutan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf c dilaksanakan oleh
pencipta arsip.
(2) Penyusutan arsip yang dilaksanakan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan
tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan berdasarkan JRA dengan
memperhatikan kepentingan pencipta arsip serta kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan arsip diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 48
(1) Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau
BUMD wajib memiliki JRA.
(2) JRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan lembaga negara,
pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai JRA diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 49
Penyusutan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf c meliputi:
a. pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan;
b. pemusnahan arsip yang telah habis retensi dan yang tidak memiliki nilai guna dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan.
Pasal 50
Pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 huruf a diatur oleh pimpinan pencipta arsip.
Pasal 51
(1) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b dilakukan terhadap arsip
yang:
a. tidak memiliki nilai guna;
b. telah habis retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan JRA;
c. tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang; dan
d. tidak berkaitan dengan penyelesaian proses suatu perkara.
(2) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan sesuai dengan
prosedur yang benar.
(3) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada pencipta arsip
merupakan tanggung jawab pimpinan pencipta arsip yang bersangkutan.
Pasal 52
(1) Setiap lembaga negara dan lembaga yang terkena kewajiban berdasarkan undang-undang
ini dilarang melaksanakan pemusnahan arsip tanpa prosedur yang benar.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 53
(1) Lembaga negara tingkat pusat wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI.
(2) Lembaga negara di daerah wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI sepanjang instansi
induknya tidak menentukan lain.
(3) Satuan kerja perangkat daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah provinsi wajib
menyerahkan arsip statis kepada arsip daerah provinsi.
(4) Satuan kerja perangkat daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota
wajib menyerahkan arsip statis kepada arsip daerah kabupaten/kota.
(5) Satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi negeri wajib menyerahkan arsip statis kepada
arsip perguruan tinggi di lingkungannya.
(6) Perusahaan wajib menyerahkan arsip statis kepada lembaga kearsipan berdasarkan
tingkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) adalah arsip yang:
a. memiliki nilai guna kesejarahan; dan
b. telah habis retensinya dan berketerangan dipermanenkan sesuai dengan JRA.
(8) Selain arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (7), arsip yang tidak dikenali
penciptanya atau karena tidak adanya JRA dan dinyatakan dalam DPA oleh lembaga
kearsipan dinyatakan sebagai arsip statis.
Pasal 54
Pencipta arsip bertanggung jawab atas autentisitas, reliabilitas, dan keutuhan arsip statis yang
diserahkan kepada lembaga kearsipan.
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan arsip inaktif, pemusnahan arsip yang tidak bernilai
guna, dan penyerahan arsip statis, serta ketentuan mengenai JRA sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 sampai dengan Pasal 53 diatur dengan peraturan pemerintah.
Paragraf 4
Arsip Vital
Pasal 56
(1) Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau
BUMD wajib membuat program arsip vital.
(2) Program arsip vital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan:
a. identifikasi;
b. pelindungan dan pengamanan; dan
c. penyelamatan dan pemulihan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai program arsip vital sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan peraturan kepala ANRI.
Bagian Ketiga
Kewajiban Pencipta Arsip
Pasal 57
(1) Pencipta arsip yang terkena kewajiban pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 45, dan Pasal 47 sampai dengan Pasal 54, serta
Pasal 56 berlaku bagi:
a. lembaga negara;
b. pemerintahan daerah;
c. perguruan tinggi negeri; dan
d. BUMN dan/atau BUMD.
(2) Kewajiban pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula
bagi perusahaan dan perguruan tinggi swasta terhadap arsip yang tercipta dari kegiatan
yang dibiayai dengan anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri.
Pasal 58
(1) Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau
BUMD wajib mengelola arsip yang diciptakan oleh pihak ketiga yang diberi pekerjaan
berdasarkan perjanjian kerja.
(2) Pengelolaan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah pihak ketiga
mempertanggungjawabkan kegiatannya kepada pemberi kerja dan lembaga lain yang
terkait.
(3) Pihak ketiga yang menerima pekerjaan dari lembaga negara, pemerintahan daerah,
perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD berdasarkan perjanjian kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan
yang dibiayai dengan anggaran negara kepada pemberi kerja.
BAB V
PENGELOLAAN ARSIP STATIS
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Pengelolaan
Pasal 59
(1) Pengelolaan arsip statis dilaksanakan untuk menjamin keselamatan arsip sebagai
pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Pengelolaan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. akuisisi arsip statis;
b. pengolahan arsip statis;
c. preservasi arsip statis; dan
d. akses arsip statis.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Pengelolaan Arsip Statis
Paragraf 1
Akuisisi Arsip Statis
Pasal 60
(1) Lembaga kearsipan melaksanakan akuisisi arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 ayat (2) huruf a.
(2) Akuisisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi arsip statis yang telah diverifikasi
secara langsung maupun tidak langsung.
(3) Lembaga kearsipan wajib membuat DPA yang meliputi arsip sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan mengumumkannya kepada publik.
(4) Setiap orang yang memiliki atau menyimpan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) wajib menyerahkan kepada ANRI atau lembaga kearsipan berdasarkan syarat-syarat
yang ditetapkan dalam pengumuman DPA.
Pasal 61
(1) Lembaga kearsipan melaksanakan akuisisi arsip statis dari lembaga pendidikan swasta dan
perusahaan swasta yang memperoleh anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri.
(2) Akuisisi arsip statis oleh lembaga kearsipan diikuti dengan peralihan tanggung jawab
pengelolaannya.
Paragraf 2
Pengolahan Arsip Statis
Pasal 62
(1) Pengolahan arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b
dilaksanakan berdasarkan asas asal usul dan asas aturan asli.
(2) Pengolahan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
standar deskripsi arsip statis.
Paragraf 3
Preservasi Arsip Statis
Pasal 63
(1) Preservasi arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c dilakukan
untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis.
(2) Preservasi arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara preventif dan
kuratif.
Paragraf 4
Akses Arsip Statis
Pasal 64
(1) Lembaga kearsipan wajib menjamin kemudahan akses arsip statis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d bagi kepentingan pengguna arsip.
(2) Akses arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan
pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dengan memperhatikan prinsip
keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip.
(3) Akses arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada sifat
keterbukaan dan ketertutupan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Lembaga kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pelayanan
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelayanan yang ditetapkan oleh ANRI
serta menyediakan fasilitas untuk kepentingan akses sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 65
(1) Arsip statis pada dasarnya terbuka untuk umum.
(2) Apabila akses terhadap arsip statis yang berasal dari pencipta arsip terdapat persyaratan
tertentu, akses dilakukan sesuai dengan persyaratan dari pencipta arsip yang memiliki
arsip tersebut.
Pasal 66
(1) Terhadap arsip statis yang dinyatakan tertutup berdasarkan persyaratan akses sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) atau karena sebab lain, kepala ANRI atau kepala
lembaga kearsipan sesuai dengan lingkup kewenangannya dapat menyatakan arsip statis
menjadi terbuka setelah melewati masa penyimpanan selama 25 (dua puluh lima) tahun.
(2) Arsip statis dapat dinyatakan tertutup apabila memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan
(3) Lembaga kearsipan memiliki kewenangan menetapkan keterbukaan arsip statis sebelum 25
(dua puluh lima) tahun masa penyimpanan yang dinyatakan masih tertutup dengan
pertimbangan:
a. tidak menghambat proses penegakan hukum;
b. tidak mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan
pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
c. tidak membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
d. tidak mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi
kerahasiaannya;
e. tidak merugikan ketahanan ekonomi nasional;
f. tidak merugikan kepentingan politik dan hubungan luar negeri;
g. tidak mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir
ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;
h. tidak mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
i. tidak mengungkapkan memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu
dirahasiakan.
(4) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, kepentingan
penyelidikan dan penyidikan, arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diakses
dengan kewenangan kepala lembaga kearsipan yang ketentuannya diatur dengan peraturan
kepala ANRI.
(5) Penetapan arsip statis menjadi tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
kepala lembaga kearsipan sesuai dengan tingkatan dan dilaporkan kepada dewan
perwakilan rakyat sesuai dengan tingkatannya.
(6) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan secara terkoordinasi dengan
pencipta arsip yang menguasai sebelumnya.
(7) Penetapan keterbukaan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak arsip statis diterima oleh
lembaga kearsipan.
Pasal 67
Ketentuan lebih lanjut mengenai akuisisi, pengolahan, preservasi, dan akses arsip statis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan peraturan
pemerintah.
BAB VI
AUTENTIKASI
Pasal 68
(1) Pencipta arsip dan/atau lembaga kearsipan dapat membuat arsip dalam berbagai bentuk
dan/atau melakukan alih media meliputi media elektronik dan/atau media lain.
(2) Autentikasi arsip statis terhadap arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh lembaga kearsipan.
(3) Ketentuan mengenai autentisitas arsip statis yang tercipta secara elektronik dan/atau hasil
alih media sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dibuktikan dengan persyaratan
yang diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 69
(1) Lembaga kearsipan berwenang melakukan autentikasi arsip statis dengan dukungan
pembuktian.
(2) Untuk mendukung kapabilitas, kompetensi, serta kemandirian dan integritasnya dalam
melakukan fungsi dan tugas penetapan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan
harus didukung peralatan dan teknologi yang memadai.
(3) Dalam menetapkan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan dapat berkoordinasi
dengan instansi yang mempunyai kemampuan dan kompetensi.
BAB VII
ORGANISASI PROFESI DAN
PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Organisasi Profesi
Pasal 70
(1) Arsiparis dapat membentuk organisasi profesi.
(2) Pembinaan organisasi profesi arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi arsiparis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Pasal 71
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam kearsipan yang meliputi peran serta perseorangan,
organisasi politik, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan kearsipan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam
ruang lingkup pengelolaan, penyelamatan, penggunaan arsip, dan penyediaan sumber daya
pendukung, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kearsipan.
(3) Lembaga kearsipan dapat mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan pelindungan,
penyelamatan, pengawasan, serta sosialisasi kearsipan.
Pasal 72
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2)
dilaksanakan dengan cara:
a. menciptakan arsip atas kegiatan yang dapat mengakibatkan munculnya hak dan kewajiban
dalam rangka menjamin pelindungan hak-hak keperdataan dan hak atas kekayaan intelektual
serta mendukung ketertiban kegiatan penyelenggaraan negara; dan
b. menyimpan dan melindungi arsip perseorangan, keluarga, organisasi politik, dan organisasi
kemasyarakatan masing-masing sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 73
(1) Peran serta masyarakat dalam penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
ayat (2) dilaksanakan dengan cara:
a. menyerahkan arsip statis kepada lembaga kearsipan;
b. melaporkan kepada lembaga kearsipan apabila mengetahui terjadinya penjualan,
pemusnahan, perusakan, pemalsuan, dan pengubahan arsip oleh lembaga negara
tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; dan
c. melindungi dan menyelamatkan arsip dan tempat penyimpanan arsip dari bencana
alam, bencana sosial, perang, sabotase, spionase, dan terorisme melalui koordinasi
dengan lembaga terkait.
(2) Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang berperan
serta dalam kegiatan pelindungan dan penyelamatan arsip.
(3) Pemerintah dapat memberikan imbalan kepada anggota masyarakat yang berperan serta
dalam penyerahan arsip yang masuk dalam kategori DPA.
Pasal 74
Peran serta masyarakat dalam penggunaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2)
dilaksanakan melalui pembudayaan penggunaan dan pemanfaatan arsip sesuai dengan prosedur
yang benar.
Pasal 75
Peran serta masyarakat dalam penyediaan sumber daya pendukung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat (2) dilaksanakan dengan cara:
a. menggalang dan/atau menyumbangkan dana untuk penyelenggaraan kearsipan;
b. melakukan pengawasan penyelenggaraan kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. menjadi sukarelawan dalam pengelolaan dan penyelamatan arsip sesuai dengan kompetensi
yang dimilikinya.
Pasal 76
Masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kearsipan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
Organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan menyerahkan arsip statis dari
kegiatan yang didanai dari anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri kepada lembaga
kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 78
(1) Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2), Pasal 22 ayat (4), Pasal 24 ayat (4), Pasal 27 ayat (4), Pasal 48 ayat (1), dan
Pasal 60 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
(2) Apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa penundaaan
kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau
pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa
penundaaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 79
(1) Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
(2) Apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa penurunan gaji
sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau
pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa
penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu)
tahun.
Pasal 80
(1) Pejabat, pimpinan instansi dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4), Pasal 42 ayat (1), dan Pasal 43 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
(2) Apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat, pimpinan instansi
dan/atau pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif
berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1
(satu) tahun.
(3) Apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan, pejabat, pimpinan
instansi dan/atau pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
administratif berupa pembebasan dari jabatan.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 81
Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan/atau memiliki arsip negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 untuk kepentingan sendiri atau orang lain yang tidak berhak dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja menyediakan arsip dinamis kepada pengguna arsip yang tidak
berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta
rupiah).
Pasal 83
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan keselamatan arsip
negara yang terjaga untuk kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 84
Pejabat yang dengan sengaja tidak melaksanakan pemberkasan dan pelaporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 85
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjaga kerahasiaan arsip tertutup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 86
Setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 87
Setiap orang yang memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang memiliki nilai guna
kesejarahan kepada pihak lain di luar yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 88
Pihak ketiga yang tidak menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan
anggaran negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah).
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 89
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terhadap
kegiatan yang telah terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang ini, mengikuti ketentuan
Undang-Undang ini sejak diundangkan.
(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan kearsipan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 90
(1) Peraturan pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 1
(satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
(2) Peraturan kepala ANRI yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 1
(satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
Pasal 91
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2964) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 92
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.